Minggu, 25 Juli 2010

Si Bijak yang berarti

Si Bijak yang berarti
Oleh Redywan James Purba

Si emosi bergejolak lagi. Wanita itu tak tahan menahan marahnya. Dilakukannya apa yang ingin dilakukannya. Dilemparnya apa saja yang terjangkau oleh tangannya. Hatinya geram. Gagal akan semua inginnya. Inginan itu sudah lama terpendam namun tak kunjung tercapai.
Hari itu hari yang tak baik baginya. Tak hanya hari itu, beberapa hari belakangan bahkan sangat membuatnya kesal. Fokus hilang, semangat melayang. Dia tak ingin begitu tapi kondisi mengharsukannya karena serasa tak mampu melawan. Rasa itu tak juga mau keluar. Emosi disimpan dalam lubuk hati yang dalam. Sesak! Menyiksa hingga meredam karya.
Masa itu tak muncul sedikit yakin dalam dirinya. Hanya bias pasrah dan menyerah begitu saja. Detik kembali bergulir, semua semakin tersimpan dalam hati. Tersiksa. Apa daya karena dia sedang tak mau berjuang.
Seandainya sedikit saja mencoba.
Hari ini dia mencoba. Hidupkan “bijak” dalam dirinya. Beruntung, hari itu si bijak datang. Secercah harapan tuk melangkah keluar. Di sisinya, masih ada hasutan halus yang mengajak tuk tinggal diam. “Hah…!!!, wanita itu berhenti melangkah. Melirik kiri lalu ke belakang. Hasutan itu masih terlalu kuat baginya. Dengan sedikit tunduk sambil mengurai rambutnya, dia kembali tak melanjutkan langkahnya. Dia pun masih ada di lembah yang sama.
Berhari-hari dia ingin mencoba lagi. Tak berdaya, si “bijak” tak menghampirinya. Si bijak ternyata mengerahkan semua sisa tenaganya. Sekian lama tak diisi karena terlewat begitu saja. Sumber tenaga asalnya tak tersambung baginya.
Dengan tenaga tersisa si bijak berupaya meneguhkannya. Wanita itu kembali tergugah. Tak seperti sedia kala, kali ini dia memberi fokus pada langkahnya. Tatap arah yang seharusnya. Hidupkan relasi pada DIA sang Sumber Bijaksana.
Kini dia merasa lebih baik. Si “Bijak” itu memberi hidup pada dirinya. Luka hilang begitu saja. Semakin belajar tuk kuasai emosinya. Dia perlu si “Bijak” yang berarti. Tak hanya itu, wanita itu perlu juga membuat hidup si “Bijak” lewat relasi dengan sumbernya.
Kini… Wanita itu tak lagi bersedih. Mampu kuasai emosi hati. Sebelum melangkah kaki dia menyadari betapa berartinya si “Bijak” bagi hidupnya kini dan nanti.

Cipaku Permai 14,
Juli, dua enam - 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketika semua yang terlintas tak sempat terucap...

Maka muailah menuliskannya
Mengejar sesuatu yang telah berlalu tak akan membuat kita merasa dapat memperbaiki masa lalu
Tuliskanlah...