“Berjalanlah, Jangan Menyerah”
Oleh Redywan James Purba
Tak ada yang normal. Semua terlihat aneh. Sore itu menjadi sore yang penuh ketaklaziman. Ada yang menemukan taman Avatar, sementara yang lain makan sambil duduk diatas meja. Mengelilingi jalan berputar yang ternyata bisa dilalaui dengan jalan pintas dan juga berdiri bersama diatas jembatan bambu yang tak lagi kuat menampung berat manusia sebanyak itu. Perjalanan yang penuh dengan tawa tak seperti biasa memang menunjukkan soe itu berbeda.
Selain kehijauan yang menguasai pemandangan tempat itu, petir pun sedang berjalan mengelilingi dan mencari tempat singgasananya yang baru. “Alam sepertinya sedang marah”, celetuk teman ku. Tapi tak peduli, karena tertawa yang keluar dari mulut kami pun mengalahkan suaranya.
Kau mungkin tak perlu tahu bahan tertawaan kami selama perjalanan ini. Tapi tak apalah, semua akan kuberitahu. Mulai dari makanan, rumah pohon, internet, pemberian uang dari tulang, gaya berfoto sampai kalimat biasa yang ditambah logat khas tanah Batak semuanya menjadi pemicu adrenalin tertawa. Percalah pada ku, semua itu sangat lucu.
Petualangan di lokasi rumah pohon sore itu segera kami akhiri karena langit sudah tak lagi seputih awal kami tiba. Namun kisah kami belum berakhir. Aku mengajak mu untuk melihat kisah kami selanjutnya yang tak kalah seru dan menantang. Tak hanya itu, kisah ini juga meneguhkanku!
“Ahh… hujan ini main-main saja”, celetuk seorang kru kami dan ini pulalah yang membuat kami merasakan petualangan itu. Seolah ingin berbicara, alam tak tinggal diam dianggap kecil seperti itu. Seketika hujan lebat dan deras mengguyur hutan konservasi itu. Langkah molang dan teman-temannya yang dikendarain oleh pria-pria gagah nan minus sempat ingin terhenti. Minus kusebut karena kau akan tahu saat kamera dan fotografer yang meminta gaya centil dipenuhi oleh pria-pria itu. Tak luput juga aku.
Gas trusss… menjadi semboyan yang dipegang oleh pria yang sedikit angkuh yang ingin menembus besarnya volume air yang jatuh membasahi bumi sore itu. Sekali lagi, bukannya berhenti malah pacuan roda antara Molang, Mocam, Mocil dan Mohon berdesing menampilkan cipratan air yang naik karena putaran roda yang saling berkejaran. Kami tak mempedulikan betapa besarnya hujan itu.
Setelah berjuang menempuh perjalanan dan derasnya hujan, kami mendapati bahwa memang tepat kami berjalan dan meninggalkan lokasi itu. Karena kami mendapati cerahnya cuaca di sisi lain lokasi pegunungan yang menjadi rute perjalanan tak biasa ini. Di sekitar kami sawah ladang silih berganti. Alam luas lepas terlihat kaya tiada batas. Selalu sedia memberi pengajaran yang berarti bagi semua manusia di bumi ini. Manusia yang tak lagi menghargai betapa pentingnya alam ini.
Memang sisi hujan itu kembali menghampiri kami. Setelah berhasil mengabadikan jejak rekam dengan kamera hitam penuh seni. Tidak hanya datang tapi hujan kali ini seolah tak ingin berhenti. Delapan mahluk yang masing-masing berada diatas motor itu tak menghiraukan tetesan-tetesan itu karena pakaian yang sempat basah di badan pun belum menunjukkan tanda akan kering. Bukan berpikir untuk berhenti sejenak, semboyan Komunitas Intelektual Peduli (KIP) itu malah berkobar di hati yang tak lagi berkobar seperti awal memulai perjalanan ini. Yang ingin kami lakukan adalah berjalan dan berjalan untuk mencapai tujuan kami. Hanya satu. House of Joy (HOJ) tempat kami merencanakan dan memulai petualangan ini.
Lalu bagian mana yang meneguhkan ku? Hanya satu. Saat seseorang hidup dan menyadari tujuan akhirnya dengan benar maka dia akan hidup fokus dan mengerjakan apa yang harus dia kerjakan dengan baik. Sama seperti kami yang menyadari bahwa tujuan untuk sampi di HOJ menjadi bagian terutama dan berjalan melewati derasnya hujan menjadi sesuatu yang harus dilakukan, maka fokus untuk berjalan dan tidak menggenggam sesuatu di tengah jalan adalah sesuatu hal yang tepat untuk dikerjakan. Lakukanlah! Bagaimana dengan kamu? Sudahkah di tengah rintangan yang ada di dunia dan derasnya tekanan membuat mu tidak melangkah atau berhenti? Engkau hanya perlu tahu apa dan kemana arah hidup mu. Berjalanlah, Jangan Menyerah!
Kawe – Leuwi Liang, Maret dua puluh tujuh, 2010.
04.30 pm
Di Rumah Pohon dan Dibawah guyuran Hujan deras sore itu.
Jumat, 02 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ketika semua yang terlintas tak sempat terucap...
Maka muailah menuliskannya
Mengejar sesuatu yang telah berlalu tak akan membuat kita merasa dapat memperbaiki masa lalu
Tuliskanlah...
Mengejar sesuatu yang telah berlalu tak akan membuat kita merasa dapat memperbaiki masa lalu
Tuliskanlah...


Tidak ada komentar:
Posting Komentar