Déu, encara em perdones?
“Sebuah perenungan Akhir Tahun”
Oleh Redywan James Purba
Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: "Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku."
Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.
Aku terdiam… Kejatuhan itu membuat ku tidak berdaya. Hal itu terjadi bahkan setelah aku mengerjakan pelayanan yang seharusnya membuat ku semakin berserah kepada Nya dan menguatkan ku. Aku tak berdaya. Tertunduk malu. Tak sanggup ku mengarahkan pandangan ku. “Déu, encara em perdones?” sebuah ungkapan dalam bahasa Catalan yang berarti ; Tuhan, masihkah Engkau memaafkan ku?
Lalu aku membaca bagian itu. Saat Dia berpaling memandang Petrus. Palingan dengan tatapan yang tajam penuh kasih. Tatapan penuh darah yang mengalir melintas lesung wajah ditambah tubuh yang hancur. Yah… Dia baru saja dipukuli oleh para pengawal itu. Tidak hanya dipukul, siksaan awal terus mengenai tubuh itu. Bisakah kau bayangkan apa yang dirasakan Petrus saat tatapan itu mengarah kepadanya? Menangis! Sedih! Wajar saja itu dilakukannya, tapi bagiku yang berbicara di dalam hatinya hanya kalimat itu. “Déu, encara em perdones?”
Tak berapa lama, aku tertidur pulas. Sore itu aku harus beribadah karena adikku yang sedang berlibur ke Bandung lebih memilih bergereja sore. Tak seperti biasanya, aku bepergian tanpa motor kesayangan ku. Motor yang selalu bersama ku melewati keramaian kota Bandung. Sore itu aku memilih dan memang tidak ada pilihan selain naik angkutan umum. Di jalanan dengan kendaraan angkutan umum membuat ku gerah walaupun aku mencoba tenang-tenang saja. Bagaimana tidak gelisah? Ibadah mulai pukul 5 tepat. Jam 5 lebih 15 menit yang kulihat dari jam tanganku, kami masih berada di depan Rumah Mode. “wah”… pikirku. Sepertinya tidak mungkin lagi. Aku mulai berpikir untuk beribadah di gereja yang lebih sore. Akupun mengalihkan jurusan dengan berganti angkutan yang mengarah ke gereja yang berbeda. Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat di raih, supir angkutan umum yang seharusnya mengantarkanku dan adikku menuju gereja malah berbelok mengambil jalan pintas. Akupun harus segera turun dan berjalan kaki saja. Tapi, akhirnya kami bisa beribadah di perayaan Natal.
Kembali aku teringat kalimat itu. Setiap kali aku melakukan kesalahan dan semua itu membuat aku terdiam. Melewati tahun 2009 ini, akupun seolah tak mau menghitungnya. Entah berapa kali sudah aku memilih untuk melakukan dosa. Setiap kali itu terjadi, mungkin aku merasa bersalah. Tetapi tidak sekedar merasa bersalah, kali ini kalimat itu menambahkan rasa bersalah yang ada.
Mungkin aku dituntut harus hidup dengan benar selalu. Bahkan hidup yang seperti itu yang harus kubagikan pada orang-orang yang mengenal ku. Aku selalu berjuang untuk itu dan melakukan sesuatunya untuk bisa seperti itu. Tidak ada yang lain. Tapi seiring waktu berjalan dan tanggung jawab yang kurasakan, mengapa semakin hari aku semakin tidak hidup seperti itu? Sekali lagi ini menjadi pemikiran ku. Tak perlu dihitung sudah berapa kali aku mengecewakan Dia yang mempercayakan hidup padaku. Entah berapa kali pula aku mengecewakan orang-orang disekitarku. Aku pun semakin terdiam. “Déu, encara em perdones?”
Tak sanggup rasanya kutinggalkan tahun 2009 dengan pertanyaan itu. Sebenarnya di saat ibadah Natal yang kuikuti setelah berkeliling kota Bandung dengan tidak sengaja karena angkot yang membuat kesal itu sudah mengingatkan ku. Mengapa engkau berpikir seperti itu? Bukannya Aku datang ke dunia untuk menghapuskan pemikiran mu itu? “Déu, encara em perdones bukanlah kalimat yang tepat untuk mu, anak Ku” begitu aku disapa-Nya. "Mungkin terlalu sering bagimu untuk mengecewakan-Ku, tapi tak sepatutnya engkau berpikir seperti itu. Percayalah... Pengorbanan Ku terlalu sempurna jika hanya untuk itu."
Namun aku tidak hanya teringat tentang bagaimana aku jatuh dalam dosa itu, aku teringat sering kali aku tidak percaya pada rancangan yang sudah disiapkan Nya juga. Ditambah kekhawatiran semakin hari semakin menggerogoti iman ku. “ahh… Tuhan sepertinya kalimat itu memang pas untuk ku! “Déu, encara em perdones?” kondisi inilah yang membuat ku ragu. Dia berseru sama lagi: “Déu, encara em perdones bukanlah kalimat yang tepat untuk mu, anak Ku” sapa-Nya kembali.
"Tuhan...Bagaimana jika aku kembali jatuh dan merasa ragu?" Akankah kalimat itu menjadi pas untuk ku dikemudian hari? Dia tak menjawab ku. saat itu aku melihat ke atap langit gereja, Dia memandang ku. “Déu, encara em perdones bukan kalimat yang seharusnya engkau pikirkan. Saat engkau terjatuh dan mendapati diri mu berada di tempat yang sama, berserulah kepada Ku dan terus berjuang sampai engkau bisa melewatinya. Aku menolong mu.” Jawaban itu cukup bagi ku.
Natal itu mengingatkan ku. Apa bagian yang paling sering membuat engkau ragu akan rancangan-Ku? Aku tak kuasa menjawab pertanyaan itu. Karena memang 7 tahun terakhir hidupku selalu berbicara tentang itu. Keseluruhan kekhawatiran dan kegagalan ku membuatku merasa bersalah. Aku tertunduk! Lesu! Tak banyak berbicara! Hanya alunan musik dalam gedung gereja itu yang mengajak ku berbicara.
Ku mengangkat wajah ku
Memandang keindahan Mu Yesus
Syukur bagi kesetiaan Mu
Disepanjang hidup ku
Dan kuangkat tangan ku
Ke tahtah kasih dan karunia Mu
Tak sekalipun Kau tinggalkan
Yesus Sahabat ku
Lagu itu terasa mengingatkan ku. Mengapa aku masih tetap memiliki pemikiran itu. Kalimat itu tak seharusnya menjadi beban pikiran ku. Sudahlah... Bukankah Ia sendiri sudah mengatakannya untuk mu?
Mengawali tahun 2010 ini, aku kembali membaca bagian yang lain. Saat Petrus kembali bertemu dengan Yesus. Kata Yesus kepada-Nya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” maka sedih hati Petrus untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada Nya: TUHAN, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba- Ku”
Bagian ini meneguhkan ku. Sekalipun aku tak selamanya baik, aku selalu ditunggunya untuk berjuang dan mengerjakan yang seharusnya kukerjakan. Kiranya perjuangan untuk hidup yang seperti itu meneguhkan untuk mengawali tahun yang baru.
Selamat Tahun Baru. Tuhan memberkati... :)
Jumat, 02 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ketika semua yang terlintas tak sempat terucap...
Maka muailah menuliskannya
Mengejar sesuatu yang telah berlalu tak akan membuat kita merasa dapat memperbaiki masa lalu
Tuliskanlah...
Mengejar sesuatu yang telah berlalu tak akan membuat kita merasa dapat memperbaiki masa lalu
Tuliskanlah...


Tidak ada komentar:
Posting Komentar