“Kesetiaan di Tengah Kungkungan Krisis Zaman”
Daniel 3:1-30
Oleh Redywan James Purba
berkatalah Nebukadnezar kepada mereka : ”Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu?”
Daniel 3:14
Kitab Daniel secara khusus pasal 3 hingga 5 berbicara tentang masa-masa pendidikan yang dialami oleh Daniel, Hananya, Misael dan Azarya bersama dengan orang-orang pintar yang direkrut oleh Raja Nebukadnezar. Di tengah masa pendidikan yang mereka lalui, banyak pengalaman dan tekanan yang dialami oleh mereka.
Pasal 3 kitab Daniel diawali saat Raja Nebukadnezar mendirikan sebuah patung sebagai bentuk kesombongan (1-3). Selanjutnya Raja menyuruh semua orang untuk menyembah patung tersebut (4-7). Berbeda dengan seluruh orang yang menyembah patung buatan Raja, tiga sahabat Daniel yaitu Hananya, Misael dan Azarya tidak melakukan seperti apa yang diperintahkan raja. Lalu, atas tuduhan orang-orang Kasdim yang tidak menyukai mereka, para seteru itu melaporkan mereka kepada raja Nebukadnezar (8-12). Ada 3 tuduhan yang diberikan kepada mereka
1. Tidak mengindahkan titah raja
2. Tidak melayani dewa Tuanku raja
3. Tidak menyembah patung emas
Setelah sebelumnya mengangkat ketiga sekawan itu menjadi pemimpin wilayah Babel dan mengubah nama Hananya (Tuhan menunjukkan anugerah), Misael (Siapakah seperti Allah) dan Azarya (Tuhan menolong) menjadi Sadrakh (Hamba ’aku’), Mesakh (Siapakah seperti ’aku’) dan Abednego (Hamba ’nego’), Raja Nebukadnezar juga menginginkan mereka untuk menyembah patung emas yang dibuatnya sendiri. Oleh karena itulah raja Nebukadnezar sekali lagi mengkonfirmasi sekaligus menekan melalui ancaman yang diberikannya kepada mereka bertiga. Ancaman sekaligus tekanan ini juga berarti sebuah jalan ’kompromi’ bagi mereka.
Raja nebukadnezar memberikan jalan kompromi dan ancaman. Komprominya : ”Jika kamu bersedia, ..., sujudlah!” ancamannya : ”Jika kamu tidak menyembah..., mati!” Kompromi dan ancaman ini dikeluarkan untuk memojokkan mereka bertiga dan mereka menuruti keinginan untuk berbuat dosa.
Yang menarik sekali adalah bagaimana Sadrakh, Mesakh dan Abednego memberikan jawaban kepada raja atas ancaman itu.
”Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”
Tekanan dan ancaman dari raja Nebukadnezar dijawab dengan iman dan penyerahan kepada Allah. Sadrakh, Mesakh dan Abednego mengimani bahwa Allah yang mereka layani adalah Allah yang sanggup melepaskan dari perapian yang menyala-nyala dan melepaskan dari tangan raja Nebukadnezar. Ini adalah wujud iman yang benar kepada Allah. Di tengah-tengah himpitan dan tekanan dunia, mereka mengimani bahwa Allah akan menolong hidup mereka. Begitulah seharusnya ketika kita hidup di tengah kungkungan krisis zaman saat ini. Orang-orang Kristen harus mengimani bahwa Allah sanggup melepaskan dari segala tekanan yang ada.
Yang kedua adalah bagimana Sadrakh, Mesakh dan Abednego menyerahkan diri kepada Allah terhadap apa yang akan terjadi. Mereka meyakini sekalipun Allah pada saat itu tidak menolong mereka, penyerahan diri total hanya diberikan kepada Allah pemilik hidup mereka. Mereka berserah kepada kehendak Allah terhadap apa yang akan terjadi. Pada saat seperti itu, mereka masih dihadapan raja dan belum dilepaskan namun mereka percaya bahwa Allah yang akan melepaskan mereka.
Wujud iman dan penyerahan seperti ini begitu nyata dilakukan oleh mereka. Di tengah-tengah kenyataan tantangan hidup dan kematian yang diperhadapkan pada mereka mereka menunjukkan siapa mereka sebenarnya, yaitu anak-anak Allah. Anak-anak Allah yang setia kepada Allah dan firman-Nya. Mereka percaya bahwa Allah sanggup melepaskan dari ancaman raja, dan juga memberikan reserve: seandainya Allah tidak melepaskan (pada saat itu), mereka tetap tidak menyembah patung yang dibuat raja. Mereka lebih rela menderita aniaya daripada berdosa kepada Allah.
Tantangan hidup yang demikian masih ada hingga saat ini. Masa dimana anak-anak TUHAN diperhadapkan pada tantangan yang nyata dalam hidupnya. Di lingkungan kampus kita, lingkungan tempat tinggal kita, juga di dalam wadah pelayanan yang kita kerjakan. Kita sering diperhadapkan pada pilihan-pilihan yang menyakitkan, pilihan yang sepertinya tidak adil. Begitu banyak tekanan hidup yang dirasakan oelh saudara-saudara kita di berbagai tempat di negara ini. Tantangan itu pun akan kita hadapi ketika kita hidup. Pertanyaannya, akankah kita tetap setia untuk beriman dan berserah kepada Allah.
Sadrakh, Mesakh dan Abednego memilih untuk setia kepada Allah. Mereka rela menderita dan akhirnya dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala (Fiery Furnace). Allah menolong mereka di dalam perapian itu dan mereka seolah-olah tidak tersentuh lewat api yang dibuat 7 kali lebih panas dari biasanya (19). Apa yang membuat hal ini terjadi? Tidak lain karena Allah sanggup dan Allah berkuasa mengubah segala sesuatunya. Mengubah api yang merupakan pemusnah dan ketakutan bagi banyak orang menjadi sesuatu yang tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk membinasakan hidup mereka.
Melalui kejadian itu, raja Nebukadnezar sekali lagi melihat kuasa Allah yang hidup. Dia memuliakan Allah yang disembah oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan memberikan kedudukan yang tinggi kepada mereka. Kehidupan Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjadi sebuah kesaksian yang hidup yang dialami oleh semua bangsa yang ada saat itu. Allah berkuasa di atas segala sesuatu karena Dia adalah pemilik segala sesuatu dan Allah menyatakan kuasa dan perlindungan bagi semua orang yang setia kepada-Nya. Menyatakan kesetiaan di tengah tantangan yang dihadapi sekalipun tantangan itu terlihat menakutkan. Jika kita setia maka Allahpun akan dipermuliakan oleh semua orang.
Saudara-saudara, seberapa sering kita menghadapi tantangan dalam kehidupan kita? Seberapa sering kita tetap menyatakan kesetiaan kita untuk beriman dan berpengharapan hanya kepada Allah? Seberapa sering kita berani hidup menderita demi menyatakan Kristus di tengah-tengah lingkungan masyarakat, kampus dan pelayanan kita? Mungkin kita sering bahkan terlalu sering meninggalkan Dia disaat tantangan hidup itu menekan berat, berkompromi disaat kehidupan serasa tidak lagi meyenangkan dan menyerah kepada beban hidup yang kita alami.
Sadrakh, Mesakh dan Abednego memilih untuk tetap setia menyatakan iman dan pengharapannya kepada Allah di tengah tantangan dan tekanan di zamannya, pertanyaannya, maukah kita menunjukkan wujud hidup yang telah ditebus Allah di tengah krisis zaman saat ini? Mari kita sama-sama berjuang menyatakan Kesetiaan di Tengah Kungkungan Krisis Zaman ...
Penulis adalah TPS Senior Pelayanan Perkantas Jawa Barat
Bahan Bacaan
Subekti, Timotius ”Tafsir Daniel, Nubuat Akhir Zaman” Penerbit Yayasan ANDI, Yogyakarta, 1994.
_____, “The NIV Study Bible”, Zondervan Publihing House, 1985.
_____, “The NIV Serendipity Bible for Study Group” Second Edition, Zondervan Publishing House, 1989.
PA Pribadi Oktober 2008.
Renungan Disciples Jatim
Jumat, 02 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Ketika semua yang terlintas tak sempat terucap...
Maka muailah menuliskannya
Mengejar sesuatu yang telah berlalu tak akan membuat kita merasa dapat memperbaiki masa lalu
Tuliskanlah...
Mengejar sesuatu yang telah berlalu tak akan membuat kita merasa dapat memperbaiki masa lalu
Tuliskanlah...


Tidak ada komentar:
Posting Komentar