Selasa, 16 November 2010

Benih di Jalan, Tanah Bebatuan, Semak Berduri atau Tanah Subur

Benih di Jalan, Tanah Bebatuan, Semak Berduri atau Tanah Subur
Oleh Redywan James Purba

Terlalu lama melihat benih itu tumbuh! Apakah benih itu mati? Terkadang tak sabar melihatnya bertumbuh. Padahal sudah kukerahkan semua daya upaya ku. Aku malah jadi bertanya, apakah kemarin terjatuh di jalanan saja? Tanah berbatu atau di semak duri?

Awalnya aku berharap dia terjatuh di tanah subur dan seingat ku aku sudah menabur dengan cara yang benar dan mengarahkan pada tempat yang seharusnya. Tapi kenapa begitu lama? Ahh… sudahlah, gumam ku meredakan gelisah.

Jika memang sudah tentu tak akan sirna. Hanya perlu member waktu menyianginya. Bekerjalah selagi hari masih siang dan terus ada. Hingga saatnya tiba, 30, 60 sampai 100 kali ganda tuaian kan tiba tuk dituai para pekerja selanjutnya.

Cirebon, November dua belas – 2010
15.00 WIB
* dalam perenungan yang dalam akan sebuah kegundahan

Terperosok Satu Kaki

Terperosok Satu Kaki

Oleh Redywan James Purba



Sebelah kaki terjatuh

Parah...

Berdarah...



Angkat segera

Bersihkan luka,

Perhatikan langkah selanjutnya!



Cipaku Permai 14, November, dua - 2010

10.07 am

Berharap sampai seribu

- Berharap sampai seribu -

Oleh : Redywan James Purba & Revi Yohana Simanjuntak

Kupikirkan… Kurenungkan… Kutuliskan semua itu
Sebatas yang kumampu
Ku ingin sampai seribu
Gapai harapan yang terpicu

Tak sampai seribu
Walau harapku sebanyak itu
Lelah ku berjibaku
Daya picu tetap tak mampu

Harapan kadang jadi geruh
Bukan tak berharap apalagi harap semu
Teruslah berharap untuk cita mu
Kan beri inspirasi masa muda mu
Lewat rangkaian masa lalu
Tuk diwujudkan penerus mu

Mei, dua dua – 2010
00.01 am

Minggu, 25 Juli 2010

Si Bijak yang berarti

Si Bijak yang berarti
Oleh Redywan James Purba

Si emosi bergejolak lagi. Wanita itu tak tahan menahan marahnya. Dilakukannya apa yang ingin dilakukannya. Dilemparnya apa saja yang terjangkau oleh tangannya. Hatinya geram. Gagal akan semua inginnya. Inginan itu sudah lama terpendam namun tak kunjung tercapai.
Hari itu hari yang tak baik baginya. Tak hanya hari itu, beberapa hari belakangan bahkan sangat membuatnya kesal. Fokus hilang, semangat melayang. Dia tak ingin begitu tapi kondisi mengharsukannya karena serasa tak mampu melawan. Rasa itu tak juga mau keluar. Emosi disimpan dalam lubuk hati yang dalam. Sesak! Menyiksa hingga meredam karya.
Masa itu tak muncul sedikit yakin dalam dirinya. Hanya bias pasrah dan menyerah begitu saja. Detik kembali bergulir, semua semakin tersimpan dalam hati. Tersiksa. Apa daya karena dia sedang tak mau berjuang.
Seandainya sedikit saja mencoba.
Hari ini dia mencoba. Hidupkan “bijak” dalam dirinya. Beruntung, hari itu si bijak datang. Secercah harapan tuk melangkah keluar. Di sisinya, masih ada hasutan halus yang mengajak tuk tinggal diam. “Hah…!!!, wanita itu berhenti melangkah. Melirik kiri lalu ke belakang. Hasutan itu masih terlalu kuat baginya. Dengan sedikit tunduk sambil mengurai rambutnya, dia kembali tak melanjutkan langkahnya. Dia pun masih ada di lembah yang sama.
Berhari-hari dia ingin mencoba lagi. Tak berdaya, si “bijak” tak menghampirinya. Si bijak ternyata mengerahkan semua sisa tenaganya. Sekian lama tak diisi karena terlewat begitu saja. Sumber tenaga asalnya tak tersambung baginya.
Dengan tenaga tersisa si bijak berupaya meneguhkannya. Wanita itu kembali tergugah. Tak seperti sedia kala, kali ini dia memberi fokus pada langkahnya. Tatap arah yang seharusnya. Hidupkan relasi pada DIA sang Sumber Bijaksana.
Kini dia merasa lebih baik. Si “Bijak” itu memberi hidup pada dirinya. Luka hilang begitu saja. Semakin belajar tuk kuasai emosinya. Dia perlu si “Bijak” yang berarti. Tak hanya itu, wanita itu perlu juga membuat hidup si “Bijak” lewat relasi dengan sumbernya.
Kini… Wanita itu tak lagi bersedih. Mampu kuasai emosi hati. Sebelum melangkah kaki dia menyadari betapa berartinya si “Bijak” bagi hidupnya kini dan nanti.

Cipaku Permai 14,
Juli, dua enam - 2010

- Tak kuat ku melangkah -

- Tak kuat ku melangkah -
Oleh Redywan James Purba

Ku berkata hentikan langkah
Tapi hasrat ku masih
Hatiku selalu mengarah
Hanya tak kuat langkahkan kaki

Tak tersandung buatku jatuh
Lepas ingin gagal ku lebih
Poros rotasi jadi kian rapuh
Dituntut daki tebing tinggi

"Eloi, Eloi,
lama sabakhtani?


Vila Istana Bunga
Juli, dua empat – 2010
10.00 pm

Minggu, 04 Juli 2010

"Untuk Para Pencipta Puisi"

"Untuk Para Pencipta Puisi"


Oleh : Revi Yohana Simanjuntak & Redywan James Purba



Tulislah seribu puisi

tak penting bentuk dan versi

Tapi jangan beritahu arti

Karena untuk itulah dicipta puisi

Dinikmati dengan segala misteri

Dan yang kan diungkap sendiri

Oleh pribadi yang mencari



Mei, dua satu - 2010
10.15 pm



cat
* dalam usaha memaknai puisi agar tak sekedar menyentuh hati

- Untuk mu yang sedang Berjalan Lelah -

- Untuk mu yang sedang Berjalan Lelah -
Oleh Redywan James Purba

Salam hangat kuberi
Meski tak hangatkan cukup
Tak bisa kata kurangkai
Harapku tercakup

Teruslah berjalan!
Lelah sebentar, jatuh sebentar
Lelah sedikit lama, pun jatuh lama
Tak baik ucap menyerah

Untuk mu yang sedang berjalan lelah
Teruslah berjalan!
Ku tak tahu jaraknya hingga dimana
Tapi ku bisa lihat dan rasa
Kau pun bisa!
Jarak kan sirna
Bila kau melaluinya
Ku yakin kau tiba disana
dengan senyum merona

dalam perenungan arti kejatuhan dan kejenuhan
Cipaku Permai 14. Mei, tiga satu – 2010
00.47 am

Berharap sampai Seribu

Berharap sampai Seribu
Oleh : Redywan James Purba & Revi Yohana Simanjuntak

Kupikirkan… Kurenungkan… Kutuliskan semua itu
Sebatas yang kumampu
Ku ingin sampai seribu
Gapai harapan yang terpicu

Tak sampai seribu
Walau harapku sebanyak itu
Lelah ku berjibaku
Daya picu tetap tak mampu

Harapan kadang jadi geruh
Bukan tak berharap apalagi harap semu
Teruslah berharap untuk cita mu
Kan beri inspirasi di masa muda mu
Lewat rangkaian masa lalu
Tuk diwujudkan penerus mu

Mei, dua dua – 2010
00.01 am

- Izinkan ku berdamai dengan diriku sendiri–

- Izinkan ku berdamai dengan diriku sendiri–
Oleh Redywan James Purba S.Psi

Langkah berantakan penuh emosi
Tak siap jalan panjang berkelok
Menepi sesak langkah ingin menepi
menatap arah yang tak bengkok

Izinkan ku berdamai dengan diriku sendiri
Terima dan tak harap lebih
Senangkan hati bak senandung pagi

Izinkan ku berdamai dengan diri ku sendiri
Status hamba yang tak berarti
tak tuntut nyaman di luar posisi

Izinkan ku berdamai dengan diriku sendiri
setia bak menanti fajar pagi
Hidup taat cerminkan status terang bumi

Ku tak bermusuh iri dengki
Tak rancang strategi dan tak beri elegi
Hanya berdamai dengan diri sendiri

PD pagi : Cipaku Permai 14, Mei – dua satu, 2010
09.0 am

*Terima kasih untuk mereka yang terus berdoa untuk ku dan akan selalu berdoa untuk ku

Tak Sekedar Tahun yang Berulang

Tak Sekedar Tahun yang Berulang
Oleh Redywan James Purba S.Psi

Hari dan bulan tahun bergulir kembali
Mungkin tak seperti kelahiran tahun kabisat
Nyata dalam penantian panjang
126.144.000 detik tepatnya

Tak begitu dengan dirimu
Cukup 365 hari menunggu
Hari itu kan terulang
Tak lama!

Kini hari itu berulang
Kuharap tak sekedar kisah ulangan

Harap ku tak banyak
Belajar dari yang ada!
Jika tak ada tentu tak perlu!

Selamat ulang tahun Adik ku tersayang…
Selamat berkarya di dalam hidup mu
Menghasilkan yang terbaik bagi Allah, Bangsa dan keluarga di masa depan

Cipaku Permai 14, Mei, tiga belas – 2010
06.50 am

Tak Tuli Tak Terdiam

Tak Tuli Tak Terdiam
Oleh Redywan James Purba

Berjalan tak pernah berhenti
Bak pelari jauh dari finish
Apa gerangan dihadapan mu?
Rapuhkan hati kandaskan semangat

Bicaralah pada Allah yang kau sebut hidup itu!
Biar terbukti Dia hidup
Maka lihat apakah Dia benar hidup?
Masihkah kau setia pada-Nya?

Tak mungkin Dia tuli!
Yang ada kau yang mungkin tuli
Tak mungkin dia terdiam!
Mungkin tak sabar mu terlalu berkuasa

Di bilik perenungan yang tak lagi bersekat
Mei, sepuluh- 2010
09.27 pm

Jatinangor (3)

Jatinangor (3)
Oleh Tim ke Cirebon Mei

Kali ini ku tak meninggalkan mu seperti biasa
Lebih cepat? Wah justru lebih lama
Alhasil lihat saja kecepatan mobil
luput bak kasat mata bagi jalan raya
Perut mual, kepala pening
Tapi aku asyik-asyik ajah…

Caci maki ajah terus
seru sang pria pada wanita berkaca mata
bukan hanya kami saja melakukannya
bela wanita lainnya

berharap pada bintang jatuh
rupanya pesawat di tengah malam
anjing menggambarkan diri kita
kucing tentang cinta, Laut untuk cara pandang
ha..ha…ha… kami hanya bisa tertawa

aku gak cape, biasa ajah
serunya sambil bersiap berpisah

Kuhentikan langkah ku

Kuhentikan Langkah Ku
Oleh Redywan James Purba

Berjalan cepat,
Berlari bak sambaran kilat
Langkah ku mantap
Tatap arah yang bagiku tepat…

Kini kuhentikan langkah itu
Cukup sudah rasa ku
Jalan dan ingin ku sudah terlalu
Sebelum semakin jauh

Kupaksa menghentikan langkah ku
Maaf jika kau rasa itu kaku
Karena hanya itu yang kumampu
Aku hanya tak mau…
Melangkah lebih jauh

Kuhentikan langkah ku
Tak peduli rasa gagu
Dan orang yang tak tahu
Untuk sesaat yang berlalu
Biarkan ku tak ikut berpacu

Cipaku Permai 14, Juni dua sembilan - 2010
Saat bakar-bakar ikan bersama
09.00 pm

Selasa, 11 Mei 2010

Mengenal Diri dan Melepas Tekanan

- Mengenal Diri dan Melepas Tekanan -
Oleh Redywan James Purba S.Psi

Salah satu tujuan utama kita hidup adalah mengenal pribadi sendiri karena pengenalan yang baik pada diri akan membuat kita tahu seberapa besar kekuatan kita. Layaknya membangun rumah, kita tak bisa membangun atasnya dengan tepat jika tak kenal tanah dan kekuatan pondasi yang ada dibawah. Karena itu mengenal diri penting.
Cara yang paling efektif adalah lalui saja hidup! Anda tak akan pernah tahu sekuat apa Anda berjalan jika tak pernah mencoba berjalan sampai batas maksimal. Ingat, jika perjalanan belum selesai maka Anda belum maksimal, karena itu saya menyebut proses mengenal diri sebagai proses seumur hidup yang harus Anda kerjakan.
Beberapa hal yang perlu kita kenal dari kehidupan kita untuk mengenal diri dengan efektif:
Karakter
Ciri utama yang mewakili diri anda. Anda perlu tahu apa saja yang mewakili diri Anda sehingga ini menjadi sebuah potensi menyadari kekuatan. Pengenalan yang baik akan karakter membuat Anda dapat menempatkan kekuatan Anda di tempat yang tepat dan mengurangi kegagalan Anda untuk sesuatu yang Anda merasa tidak terlalu kuat.
Potensi
Langkah akurat agar Anda menyadari potensi diri adalah coba hal-hal baru. Orang tak tahu sebagus apa dia menulis sampai dia menulis sesuatu dan membaca tulisannya. Begitu juga menggambar, melukis, bernyanyi hingga memimpin orang. Mungkin konsekuensi Anda mencoba hal baru adalah kegagalan tapi Anda akan semakin melihat potensi yang akan muncul dari diri Anda.
Hobi
Sering orang terjebak pada hal ini karena menganggap hobi adalah cara untuk foya-foya. Tidak! Hobi adalah bagian hidup yang harus Anda kenal. Setidaknya saat Anda mengalami tekanan Anda harus tahu apa yang harus dikerjakan dan bukan membuang waktu dengan percuma.
Emosi
Emosi berhubungan dengan perasaan dan emosi adalah perasaan itu sendiri. Terlalu banyak orang berkharisma kehilangan kepercayaan ketika diperhadapkan pada emosi diri. Orang pemarah kehilangan kendali sementara orang yang tenang kadang tak bisa menempatkan simpati dengan tepat. Emosi adalah curahan hati yang sulit terlihat, karena itu Anda perlu mengenalnya dan tepat menempatkannya.
Jika anda mengenal diri dengan baik dan saat berkomunikasi dengan orang lain khususnya komunikasi yang terlihat menekan anda, Anda akan tahu memposisikan diri. Selamat mengenal menikmati hidup yang semakin memperlengkapi diri.

Jika Pengalaman adalah guru terbaik, maka biarkan dirimu dipenuhi olehnya
karena lewat pengalaman kita semakin menikmati hidup
(James Purba, Seni Menikmati Hidup - 2010)

Senin, 26 April 2010

Ombak dan Hidup

Ombak dan Hidup

Oleh Redywan James Purba


Deras… Keras… Beringas
Putihnya menepi rupa gelombang berhias
Tak cukup nyali capai bibir pantai
Hancur lebur tercerai berai

Tak baik seperti ombak lautan
Besar awal tak berkelanjutan
Dalam hidup hendaklah kita awas
Sebab tak berjaga kita kan lepas

Pantai APRA, April 2010
05.22 am

- Tak Pernah Dia Tidur -

- Tak Pernah Dia Tidur -

Oleh Redywan James Purba

“Aku melihat bintangnya” seru ku dengan nada yang tak menghiraukan sekitarku
“Dimana? Kok Aku tidak melihatnya “ cetus pria kurus yang setengah sadar
“Di sebelah kiri, perhatikan saja” seru ku menggurui tentang posisi cahaya itu.

Cahaya yang seperti bintang jatuh itu mungkin bukan pertama kalinya kulihat. Tapi kehadirannya di pantai itu bak kehadiran seorang superstar yang lama kunantikan. Bagaimana tak diiringi decak kagum, posisi ku melihatnya kali ini begitu pas. Di atas pelbed penuh hamparan pasir pantai, kusaksikan kilatnya. Tak hanya sekali, berkali-kali.

Namun, tak lama juga aku bertahan. Dalam beberapa menit selanjutnya aku tak kuasa menahan kantuk ku. Aku tertidur. Pulas seperti sekumpulan teman ku yang sedari tadi nyaman dengan sleeping bed yang membungkus tubuh mereka.

Tak begitu dengan dia. Si Pria yang sedari semalaman menjadi supir mobil hingga kami tiba di pantai ini. Dia tak tertidur meski kelelahan menghampirinya. Dia tetap berjaga. Mungkin pengalamannya hidup di alam mensiratkan nya untuk berjaga di kala malam tiba. Dia tetap tak tertidur meski mulut dan matanya tak lagi bisa menutupi betapa mengantukya ia.

Setelah sekian lama, akhirnya dia tertidur juga. Tapi… tahukah Anda bahwa TUHAN tak pernah tidur? Ya… DIA adalah Allah yang tak pernah tidur dan terlelap.

“Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. TUHANlah Penjagamu, TUHANlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam.TUHAN akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan menjaga nyawamu. TUHAN akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang sampai selama-lamanya.
Maz 121 : 4-8

Selamat menikmati hadirat Allah yang tak pernah terlelap itu.
Pantai APRA, SIndang Barang
April, dua puluh empat – 2010
04.40 am
Saat menantikan fajar menunjukkn sinarnya

Kamis, 22 April 2010

Sang Penambal Hidup

Sang Penambal Hidup
Kutuliskan untuk mereka yang sedang berjuang melawan tekanan dan tantangan dalam hidup nya

Oleh Redywan James Purba S.Psi

Perjalanan penuh tantangan dengan kecepatan tak kurang 100 km/jam malam itu membuat ku terlena dengan keahlian ku mengendarai motor kesukaan ku. Molang. Begitu aku dan semua orang yang mengenal ku menyebut motor itu. Kau mau tahu singkatan apa itu? Motor Petualang. Yah… Sekalipun berpenampilan sedikitcity ride, tapi naluri petualang dalam dirinya tak pernah kuragukan. Semua terbukti nyata dengan lokasi dan daerah yang dijangkaunya. Tak tanggung-tanggung, pulau Jawa dari Banten hingga Jawa Timur, Banyuwangi telah lewat oleh jangkauannya.

Molang ku begitu gagah. Mempesona. Jiwa petualang sejati memang melekat dalam dirinya. Tak seorang pun kan membantah, apalagi orang yang pernah menungganginya. Jika kau bertanya pendapatku tentang nya? Wah… Tak ada lagi kata yang sanggup mendeskripsikan ketangguhannya. Mau gimana, itu deskripsi wajar karena akulah pemiliknya.

Tapi…
Malam itu menjadi berbeda. Molang ku tak seperti biasa. Sepulang perjalanan malam dari Jatinangor, dia tampak tak kuasa. Aku mendorongnya. Roda belakang yang kuat sebagai bagian kegagahannya pun tak terlihat darinya. Dia lemah bak pesakitan berjalan di jalan lapang. Mungkin seandainya bisa bicara dia akan berkata, “Maaf aku sudah tak kuat. Aku kelelahan, bahkan jika mungkin dia berkata, “Aku takut melanjutkan perjalanan ini”

Aku teringat akan kejadian serupa yang pernah menimpa ku. Saat aku begitu putus asa. Tak mampu lakukan apapun. Jangankan berjalan, berdiri pun begitu berat dan tak kuasa kulakukan. Masa itu sangat tak enak. Gerah. Tak kuasa beranjak tapi terkadang justru ku terbuai tetap dalam kondisi itu.

Satu yang perlu engkau lakukan. Beranjaklah. Temukan tempat yang tepat. Seperti molang yang akhirnya tepat di tukang tambal ban. Menemukan perbaikan hidup lewat sang penambal ban dan dapat kembali berjalan dan menyelesaikan perjalanan malam itu.

Bagaimana dengan mu? Adakah kepenatan hidup dan tekanan begitu menguasai mu? Beranjak dan datanglah ke tempat yang tepat. Kepada Dia sang ‘Penambal’ dan juga Pencipta mu. Kiranya tulisan ini bisa meneguhkan mu untuk terus berjuang menyelesaikan tugas dan tanggung jawab mu.

Sukajadi, April, dua satu, 2010
di samping Tukang tambal ban sambil menikmati Mie Kwietiau
11.30 pm

Sabtu, 10 April 2010

- 10 tahun kami sudah berjalan -

- 10 tahun kami sudah berjalan -
Oleh Redywan James Purba S.Psi

Tak pernah kami berhenti melangkah
Kalau pun kami tersandung, tak buat kami berhenti
Tertawa, bersukacita, bergumul juga menangis bersama

Kita semua punya komitmen
Tak penting kau mulai dari mana, yang penting memulainya
Bagaimana kita bekerja ditentukan oleh bagaimana kita memandangnya.
Satu-satunya teladan hanyalah Kristus

Dunia ini panggung kemuliaan Tuhan, kata Pak Calvin
Namun kini panggung penuh lakon yang buat-Nya sedih.
Sudahkah kita punya reputasi sebagai anak Allah?
Bagaimana dengan mu?

Kalau kita sudah berjalan 10 tahun lebih
Maukah engkau ikut melanjutkan perjalanan itu?
Kiranya perjalanan ini meneguhkan mu juga

Selamat Ulang Tahun Persekutuan Siswa SMA 10
Cikutra, April – sepuluh, 2010
05.00 pm

Mens sana in corpore sano

Mens sana in corpore sano

Oleh Redywan James Purba S.Psi

“Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid” Yesaya 50:4

Pagi itu menjadi pagi baru yang berbeda. Semua aktivitas di kampus itu terlihat dengan jelas bagiku. Mataku tak melewatkan satu pun aktivitas orang yang melintas di depan GOR itu. Banyak orang datang ke kampus. Bukan untuk kuliah. Bukan juga praktikum. Yakinah kostum mereka tak mendukung. Celana pendek, sepatu olahraga, sebotol minuman dan handuk kecil yang siap untuk melap keringat terletak di leher. Semua padu untuk olahraga hari itu.

Sabtu sehat sepertinya sudah menjadi tren bagi anak-anak di Jatinangor. Senam, aerobik, badminton, futsal sudah menjadi aktivitas gaul bagi mereka. Begitu juga dengan kami hari itu. Kehadiran ku sebagai instruktur senam menjadi pemicu semangat di Sabtu Sehat bersama mereka di lapangan itu. Seperti orang lain di kampus itu kami pun berolahraga untuk menjaga tubuh tetap sehat.

Mens sana in corpore sano, adalah sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang artinya adalah "Jiwa yang sehat dalam tubuh yang sehat." Maksudnya jika jiwa seseorang sehat, maka tubuhnya akan sehat juga. Begitu pula sebaliknya. Karena itulah banyak orang melakukan olahraga.

Seperti tubuh,begitulah kerohanian kita. Jika kita perlu menjaga tubuh tetap sehat kita pun perlu menjaga kerohanian kita tetap sehat. Kerohanian perlu mendapatkan makanan dan latihan yang teratur. Melalui Saat Teduh, belajar Firman dan Doa yang teratur maka kerohanian kita akan tetap sehat dan bugar.

Bagaimana dengan mu? Pastikan kau terus menjaga dan melakukannya.

Sebelah GOR Pakuan, Maret-sepuluh, 2010
Sabtu Sehat bersama KMPK FTIP-FPIK UNPAD
08.00 am

Jumat, 09 April 2010

- MM ± 120 -

- MM ± 120 -
Oleh Redywan James Purba

“Bang apa artinya itu? Aku gak ngeti lah”, seru wanita itu dengan polos
“Ouwh… Kalau MM ± 120 itu artinya dalam satu menit abang bisa mengetuk sebanyak 120 kali”, sambil memperagakan dengan tepuk tangan.
‘Trus… kalau dalam semenit tidak sampai 120?” tanya nya lagi dengan penasaran.
“Itu berarti kita menyanyikan lagi itu terlalu lambat, nah kalau lebih berarti terlalu cepat. Kita harus mengurangi kecepatannya”, seru ku sedikit bijaksana.

Aku justru teringat untuk menuliskan topik ini saat berlatih lagu itu. Sherped of My Soul, begitu judul yang tertera di lagu itu. Di kiri bawahnya tertulis catatan itu. MM ± 120 . Di depan susunan buku dalam ruangan itu aku mengajarkan apa yang mereka tanyakan pada ku. Hanya apa yang aku mampu.
Sebagai seorang pencipta lagu mungkin aku sangat paham akan tanda itu. Tanda yang akhirnya memudahkan orang lain untuk mengetahui bagaimana seharusnya menyanyikan lagu yang kita ciptakan. Tapi pertanyaan seorang wanita malam itu mengusik ku dan mengajak ku berpikir.
Metronome Moderat atau disingkat dengan MM. Dalam bahasa Indonesia cepat lambatnya kita menyanyikan lagu. Ketika sebuah lagu diberi tanda sejumlah angka maka orang akan tahu secepat apa dia harus menyanyikan lagu itu.
MM itu tak hanya mengusik ku. Itu mengingakan ku pada kecepatan langkah hidup ku. Kecepatan seperti apa yang biasa kujalankan atas pilihan-pilihan dalam hidup ku. Sering sekali keinginanku membuatku mengejar sesuatu tanpa memperhatikan langkah ku. Kupaksakan begitu cepat walau tak sepenuhnya yakin. Biasanya dalam kondisi seperti itu aku jatuh dan gagal.
Terkadang aku merasa tak yakin sehingga perlu mengurangi kecepatan langkah ku. Aku ragu. Tak yakin mengambil pilihan. Lebih memilih diam walau terkadang tak semestinya begitu. Tapi lagi-lagi aku gagal karena itu hanya ketakutan ku. Lalu aku bertanya. Bagaimana seharusnya? Jawabannya hanya satu. Dalam setiap fase hidup mu, ikuti berapa kecepatan yang seharunya dalam langkah mu. Dalam berbagai hal perlu menata hati agar kau tahu berapa kecepatan mu.
Ingat! Siapa yang memberikan tanda metronom itu? Dialah sang pencipta lagu.
Bagaimana dengan mu? Pemberi metronom dalam hidup mu adalah penciptamu, karena itu ikutilah berapa kecepatan yang seharusnya kau lakukan dalam setiap babak hidup mu. Semoga lagu ini mengingatkan kau dan aku.
Kaulah Penulis Hidup ku
Giving My Best. 4 Ketuk, MM ± 80

Kaulah Penulis hidupku
Engkau membuat sgalanya baru
Engkau di dalam ku dan ku ada dalam Mu
Tak ada yang tak mungkin bagi Mu .

Ku dicipta untuk Mu
'Tuk membawa harum namaMu
Engkau di dalam ku dan ku ada dalam Mu
Kini ku datang mencari wajahMu .

Mengasihi Mu slalu dengan sgenap hatiku
Mencintai seluruh perbuatanMu
Mengabdikan hidupku sesuai rencanaMu
Ku mau menyembah Mu sampai akhir hayatku .

Kau memahami hatiku
Hanya Kau yang mengerti ku slalu
Engkau di dalam ku dan ku ada dalam Mu
Kini ku datang mencari wajahMu .

Mengasihi Mu slalu dengan sgenap hatiku
Mencintai seluruh perbuatanMu
Mengabdikan hidupku sesuai rencanaMu
Ku mau menyembahMu sampai akhir hayatku .


Jatinangor, April, Sembilan-2010
09.55 pm

Jatinangor (2)

Jatinangor (part 2)

Oleh : Tim ke Cirebon Maret

Kali ini kami tak ingin bicara pesona mu
Cukuplah itu di waktu yang lalu
Kelautlah…
Nama mu syaiful? Mangapul? Ato siapa?
Gak lah kata Sheli
Ternyata bintangnya adalah Apul

Silalahi atau Harahap yang penting jangan Sinaga
Hati-hati tertelan omongan
Udah ahh, jangan bahas yang itu

Kenapa kau tinggal di Jatinangor?
Menikmati hidup kata si Apul!


Jatinangor…
Tempat menghabiskan waktu sehari-hari ku
Jika tak hari Rabu mungkin Sabtu
Hingga waktu terus berlalu

Sheli mulai gusar
Kakak asalnya dari mana?
Siantar…
Abang asalnya dari mana?
Siantar…
Kau pul?
Siantar…
Ahh… yang penting sekarang aku lagi di Jantinangor

Tiba-tiba lagu itu terdengar…
Mau kemana dibawa hubungan kita…
Bila ka uterus menunda-nuda
Dan tak mau ungkapkan cinta
Mau kemana dibawa hubungan kita…

Minggu, 04 April 2010

- perquè ell és viu i ressuscitat perquè pugui enfrontar el demà -

- perquè ell és viu i ressuscitat perquè pugui enfrontar el demà -
Oleh Redywan James Purba

“Mengapa kamu mencari Dia yang hidup diantara orang mati? Ia tidak ada disini, Ia telah bangkit.”
Luk 24:5-6

Aneh! Kubur itu sudah tidak lagi tertutup. Batu besar yang sebelumnya terlihat perkasa menutup pintu tempat itu sudah terguling. Tak jelas kearah mana bergulingnya tapi yang jelas sudah tak lagi menutup pintu masuk kubur itu. Bukankah pintu itu dijaga ketat oleh tentara Roma dengan berbagai alasan?
Tak…tak…tak…
Mereka mencoba masuk perlahan.
Berdiri saling berhadapan dan termangu-mangu…

Mereka juga sedikit merasakan suasana yang berbeda. Awalnya mereka hanya ingin mempersembahkan semua yang mereka bawa di depan kubur itu. Karena memang tak mungkin mereka bisa masuk jika saja batu itu tidak terguling. Tapi tidak! Mereka diberi kesempatan melihat Kristus yang telah bangkit.
“Mengapa kamu mencari Dia yang hidup diantara orang mati? Ia tidak ada disini, Ia telah bangkit.”

Mereka tak dapat memberi jawab atas ucapan orang yang berdiri di seberang mereka. Mereka mengingat ucapan Pria yang dulu mereka ikuti. Hanya ada satu respon. Meninggalkan kubur itu. Berlari… Berlari kencang… Semakin lama semakin kencang…
Setibanya di sebuah ruangan, mereka menceritakan apa yang baru saja mereka lihat. Semua heran. Semua termangu sebagaimana mereka pada awalnya termangu. Ada yang percaya ada yang tidak. Ada yang percaya setelah dia berangkat ke kubur itu juga. Namun, ketiga wanita itu semakin yakin. Mereka mulai berdoa dan menghidupi arti sesuatu yang mereka lihat. Berseru dalam hati : perquè ell és viu i ressuscitat perquè pugui enfrontar el demà. Sebuah ucapan bahasa Catalan yang berarti “Karena Dia telah hidup dan bangkit, maka ku dapat menghadapi hari esok”
Dalam perayaan paskah kita setiap tahun, mungkin selama engkau menjadi orang Kristen. Sering sekali perayaan membuat dirimu hanya sebatas perayaan dan hanya menjadi pribadi yang tak melihat dan merasakan arti kebangkitannya, tapi biarlah kiranya Paskah di tahun ini membuat engkau melihat dan diberi kesempatan melihat Kristus yang benar-benar bangkit. perquè ell és viu i ressuscitat perquè pugui enfrontar el demà.

Selamat Paskah… Tuhan memberkati…

Jumat, 02 April 2010

“BERI DAN LAKUKAN YANG TERBAIK”

“BERI DAN LAKUKAN YANG TERBAIK”
(Mat 26:6-13; Mrk 14:3-9; Yoh 12:1-8)

“datanglah seorang perempuan kepada-Nya membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi yang mahal. Minyak ini dicurahkannya keatas kepala Yesus, yang sedang duduk makan ”
Mat 26:7
Oleh Redywan James Purba S.Psi

Enam hari sebelum Paskah, Yesus tiba di Betania. Di rumah simon si kusta. Pada saat itu melakukan perjalanan dan mungkin masih akan melanjutkan perjalanannya. Tiba-tiba datanglah wanita itu dan mendekat kepada Yesus. Namanya Maria. Perhatikan apa yang dia bawa dan apa yang dilakukannya! Dia membawa buli-buli berisi minyak wangi yang mahal, dan mencurahkannya ke atas kepala Yesus dan seluruh ruangan menjadi harum.
Kata “mencurahakan” berarti melakukan atau memberikan dengan totalitas. Sebagai contoh seseorang yang mencurahkan hati dan pikirannya untuk membantunya dalam kesulitan melakukannya secara total dan penuh dengan kesungguhan. Wanita itu datang dengan minyak mahal lalu meminyaki Yesus dengan sungguh dan sepenuh hati. Tak ada yang meragukan kesungguhan Maria ketika melakukan itu.

Namun, tak semua orang suka dengan apa yang dilakukannya. Lihat saja murid-murid itu. Mereka mengatakan bahwa hal yang dilakukan oleh Maria adalah sebuah pemborosan dan memarahi dia dan mereka membandingkan pemborosan yang mereka sebut dengan perkiraan jumlah harga yang di dapat (Ayat 8 dan 9). Mungkin memang beralasan sebab minyak itu harganya mencapai 300 dinar lebih atau lebih dari gaji satu tahu (more than a year’s wages). Bisakah anda bayangkan betapa berharganya minyak itu?
Standar nilai murid akan uang sangat baik. Salah satunya adalah Yudas yang aan menyerahkan Dia. Berapa harga Yesus? Yudas menghianati Yesus dan menjualnya dengan 30 uang perak atau sama dengan 120 Denarii (1 Denari dikatakan upah seorang buruh satu hari). jika di hitung 1 tahun 365 hari maka harga minyak itu sekitar 365 Denarii dan penjualan seorang Yesus belum melebihi harga minyak Narwastu tersebut. Paradoks bukan?
Saudara-saudara apa artinya? Maria dengan segenap hatinya membeli minyak itu sebagai ganti hidupnya yang ingin ia persembahkan kepada Allah. Maria melakukan ini saat menjelang Yesus akan disalibkan dan mati di kayu salib. Keluarga Maria terdiri dari Maria, adiknya Marta dan Lazarus. Sekalipun Maria tidak kaya, ia tetap membeli minyak 300 dinar lebih yang digunakannya mengurapi Yesus. Kalau kita bandingkan penjualan Yesus yang hanya 30 uang perak oleh Yudas maka minyak itu jauh lebih mahal. Itu artinya Maria telah menjual dirinya, karena minyak narwastu itu adalah Maria sendiri dengan segala hal yang ia miliki dan ia mau persembahkan kepada Tuhan.
Mengapa Maria melakukan ini? Pertama, Maria telah melihat pekerjaan Tuhan dalam dirinya dan keluarganya (adiknya Lazarus) dan sering berkunjung kerumahnya di Betania. Kedua, Maria tahu bahwa Yesus akan mati bagi-Nya. Alasan yang kedua inilah yang menjadi hal yang utama. Berbeda dengan murid-murid Yesus yang lain yang telah dikatakan Yesus bahwa ia akan mati (16:21; 17:22-23; 20:17-19; 26:1-2) namun mereka sepertinya tidak mengerti.
Menyadari bahwa Kristus akan mati di kayu salib, Maria ingin mengurapinya sebelum dia disalibkan. Mungkin setelah Yesus mati banyak orang yang ingin mengurapinya dengan minyak, mur dan kemenyan. Namun, Maria tidak mau melakukan itu setelah Yesus mati, karena itulah Maria mau mencurahkan segala-galanya untuk Tuhan sebelum Dia mati.
Pada hari pertama dalam satu minggu itu, yaitu setelah Yesus dimakamkan, banyak perempuan yang pergi ke makam Tuhan Yesus dengan maksud mengurapi Tuhan Yesus, tetapi mereka sudah terlambat. Hanya ada satu perempuan yang tidak terlambat, karena hanya dia yang mengetahui kematian Tuhan Yesus. Hanya dia yang mempersembahkan, memberikan dan melakukan sesuatu yang terbesar dalam hidupnya kepada Tuhannya sebelum waktunya terlambat.
Apa respon Yesus melihat apa yang dilakukan Maria? Dia berkata bahwa Maria telah melakukan perbuatan baik pada-Nya dan membuat suatu persiapan atas penguburan Yesus. Sekali lagi, Maria mengetahui bahwa Yesus akan mati. Oleh karena itulah Maria tidak ingin terlambat mempersembahkan hidupnya, mempersembahkan seluruh yang dia miliki dan mempersembahkan hidupnya bagi Allah.
Bagian akhir dari perikop ini, Yesus membuat pernyataan yang mungkin jarang diucapkan Yesus untuk menghargai dan mengingat Maria yang memberikan yang terbaik dari hidupnya.

Ketika bertanya tentang mencurahkan segenap hidup kita kepada Allah, pertanyaan inilah yang seharusnya terus ada. Memberikan dan melakukan yang terbaik selama hidup melalui pekerjaan kita, studi kita, keluarga dan hal lain yang Dia percayakan untuk kita lakukan. Mungkin kita tidak punya banyak hal yang bisa kitavberikan! Mungkin kita tidak punya banyak uang atau mungkin juga kita tidak punya banyak hal yang lain tapi kita bisa memberikan waktu, tenaga, pemikiran dan ide untuk membangun kesatuan tubuh Kristus di Gereja, di persekutuan kampus atau kantor dan juga dimasyarakat kita. Tuhan tidak menuntut sesuatu yang lebih melebihi apa yang kita miliki. Pertanyaannya, maukah engkau memberikan dan melakukan yang terbaik itu?

Penulis adalah Staf Perkantas Jawa Barat.

Renungan Warta GKPS Bandung Timur Edisi365/VI/2010

“Kesetiaan di Tengah Kungkungan Krisis Zaman”

“Kesetiaan di Tengah Kungkungan Krisis Zaman”
Daniel 3:1-30

Oleh Redywan James Purba


berkatalah Nebukadnezar kepada mereka : ”Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu?”
Daniel 3:14



Kitab Daniel secara khusus pasal 3 hingga 5 berbicara tentang masa-masa pendidikan yang dialami oleh Daniel, Hananya, Misael dan Azarya bersama dengan orang-orang pintar yang direkrut oleh Raja Nebukadnezar. Di tengah masa pendidikan yang mereka lalui, banyak pengalaman dan tekanan yang dialami oleh mereka.
Pasal 3 kitab Daniel diawali saat Raja Nebukadnezar mendirikan sebuah patung sebagai bentuk kesombongan (1-3). Selanjutnya Raja menyuruh semua orang untuk menyembah patung tersebut (4-7). Berbeda dengan seluruh orang yang menyembah patung buatan Raja, tiga sahabat Daniel yaitu Hananya, Misael dan Azarya tidak melakukan seperti apa yang diperintahkan raja. Lalu, atas tuduhan orang-orang Kasdim yang tidak menyukai mereka, para seteru itu melaporkan mereka kepada raja Nebukadnezar (8-12). Ada 3 tuduhan yang diberikan kepada mereka
1. Tidak mengindahkan titah raja
2. Tidak melayani dewa Tuanku raja
3. Tidak menyembah patung emas
Setelah sebelumnya mengangkat ketiga sekawan itu menjadi pemimpin wilayah Babel dan mengubah nama Hananya (Tuhan menunjukkan anugerah), Misael (Siapakah seperti Allah) dan Azarya (Tuhan menolong) menjadi Sadrakh (Hamba ’aku’), Mesakh (Siapakah seperti ’aku’) dan Abednego (Hamba ’nego’), Raja Nebukadnezar juga menginginkan mereka untuk menyembah patung emas yang dibuatnya sendiri. Oleh karena itulah raja Nebukadnezar sekali lagi mengkonfirmasi sekaligus menekan melalui ancaman yang diberikannya kepada mereka bertiga. Ancaman sekaligus tekanan ini juga berarti sebuah jalan ’kompromi’ bagi mereka.
Raja nebukadnezar memberikan jalan kompromi dan ancaman. Komprominya : ”Jika kamu bersedia, ..., sujudlah!” ancamannya : ”Jika kamu tidak menyembah..., mati!” Kompromi dan ancaman ini dikeluarkan untuk memojokkan mereka bertiga dan mereka menuruti keinginan untuk berbuat dosa.
Yang menarik sekali adalah bagaimana Sadrakh, Mesakh dan Abednego memberikan jawaban kepada raja atas ancaman itu.
”Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

Tekanan dan ancaman dari raja Nebukadnezar dijawab dengan iman dan penyerahan kepada Allah. Sadrakh, Mesakh dan Abednego mengimani bahwa Allah yang mereka layani adalah Allah yang sanggup melepaskan dari perapian yang menyala-nyala dan melepaskan dari tangan raja Nebukadnezar. Ini adalah wujud iman yang benar kepada Allah. Di tengah-tengah himpitan dan tekanan dunia, mereka mengimani bahwa Allah akan menolong hidup mereka. Begitulah seharusnya ketika kita hidup di tengah kungkungan krisis zaman saat ini. Orang-orang Kristen harus mengimani bahwa Allah sanggup melepaskan dari segala tekanan yang ada.
Yang kedua adalah bagimana Sadrakh, Mesakh dan Abednego menyerahkan diri kepada Allah terhadap apa yang akan terjadi. Mereka meyakini sekalipun Allah pada saat itu tidak menolong mereka, penyerahan diri total hanya diberikan kepada Allah pemilik hidup mereka. Mereka berserah kepada kehendak Allah terhadap apa yang akan terjadi. Pada saat seperti itu, mereka masih dihadapan raja dan belum dilepaskan namun mereka percaya bahwa Allah yang akan melepaskan mereka.
Wujud iman dan penyerahan seperti ini begitu nyata dilakukan oleh mereka. Di tengah-tengah kenyataan tantangan hidup dan kematian yang diperhadapkan pada mereka mereka menunjukkan siapa mereka sebenarnya, yaitu anak-anak Allah. Anak-anak Allah yang setia kepada Allah dan firman-Nya. Mereka percaya bahwa Allah sanggup melepaskan dari ancaman raja, dan juga memberikan reserve: seandainya Allah tidak melepaskan (pada saat itu), mereka tetap tidak menyembah patung yang dibuat raja. Mereka lebih rela menderita aniaya daripada berdosa kepada Allah.
Tantangan hidup yang demikian masih ada hingga saat ini. Masa dimana anak-anak TUHAN diperhadapkan pada tantangan yang nyata dalam hidupnya. Di lingkungan kampus kita, lingkungan tempat tinggal kita, juga di dalam wadah pelayanan yang kita kerjakan. Kita sering diperhadapkan pada pilihan-pilihan yang menyakitkan, pilihan yang sepertinya tidak adil. Begitu banyak tekanan hidup yang dirasakan oelh saudara-saudara kita di berbagai tempat di negara ini. Tantangan itu pun akan kita hadapi ketika kita hidup. Pertanyaannya, akankah kita tetap setia untuk beriman dan berserah kepada Allah.
Sadrakh, Mesakh dan Abednego memilih untuk setia kepada Allah. Mereka rela menderita dan akhirnya dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala (Fiery Furnace). Allah menolong mereka di dalam perapian itu dan mereka seolah-olah tidak tersentuh lewat api yang dibuat 7 kali lebih panas dari biasanya (19). Apa yang membuat hal ini terjadi? Tidak lain karena Allah sanggup dan Allah berkuasa mengubah segala sesuatunya. Mengubah api yang merupakan pemusnah dan ketakutan bagi banyak orang menjadi sesuatu yang tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk membinasakan hidup mereka.
Melalui kejadian itu, raja Nebukadnezar sekali lagi melihat kuasa Allah yang hidup. Dia memuliakan Allah yang disembah oleh Sadrakh, Mesakh dan Abednego dan memberikan kedudukan yang tinggi kepada mereka. Kehidupan Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjadi sebuah kesaksian yang hidup yang dialami oleh semua bangsa yang ada saat itu. Allah berkuasa di atas segala sesuatu karena Dia adalah pemilik segala sesuatu dan Allah menyatakan kuasa dan perlindungan bagi semua orang yang setia kepada-Nya. Menyatakan kesetiaan di tengah tantangan yang dihadapi sekalipun tantangan itu terlihat menakutkan. Jika kita setia maka Allahpun akan dipermuliakan oleh semua orang.
Saudara-saudara, seberapa sering kita menghadapi tantangan dalam kehidupan kita? Seberapa sering kita tetap menyatakan kesetiaan kita untuk beriman dan berpengharapan hanya kepada Allah? Seberapa sering kita berani hidup menderita demi menyatakan Kristus di tengah-tengah lingkungan masyarakat, kampus dan pelayanan kita? Mungkin kita sering bahkan terlalu sering meninggalkan Dia disaat tantangan hidup itu menekan berat, berkompromi disaat kehidupan serasa tidak lagi meyenangkan dan menyerah kepada beban hidup yang kita alami.
Sadrakh, Mesakh dan Abednego memilih untuk tetap setia menyatakan iman dan pengharapannya kepada Allah di tengah tantangan dan tekanan di zamannya, pertanyaannya, maukah kita menunjukkan wujud hidup yang telah ditebus Allah di tengah krisis zaman saat ini? Mari kita sama-sama berjuang menyatakan Kesetiaan di Tengah Kungkungan Krisis Zaman ...


Penulis adalah TPS Senior Pelayanan Perkantas Jawa Barat

Bahan Bacaan

Subekti, Timotius ”Tafsir Daniel, Nubuat Akhir Zaman” Penerbit Yayasan ANDI, Yogyakarta, 1994.

_____, “The NIV Study Bible”, Zondervan Publihing House, 1985.

_____, “The NIV Serendipity Bible for Study Group” Second Edition, Zondervan Publishing House, 1989.

PA Pribadi Oktober 2008.


Renungan Disciples Jatim

Apakah Engkau Mengasihi AKU? Gembalakanlah domba-domba-KU

Apakah Engkau Mengasihi AKU?
Gembalakanlah domba-domba-KU

Oleh Redywan James Purba

Bagian ini sering sekali menjadi perenungan kita. Dalam pelayanan yang kita kerjakan, seharusnyalah pertanyaan ini kita renungkan. “ do you truly love Me more than this?“. “Truly love Me“ diartikan dengan mengasihi dengan total, mengasihi dengan keseluruhan apa yang kita miliki.
Yohanes 21:15-19 adalah perikop yang mengangkat topik tentang komunikasi Tuhan Yesus dengan Petrus. Dalam Na International Version, perikop ini dituliskan “Jesus reinstate Peter”. Sebanyak tiga kali Tuhan Yesus bertanya kepada Simon Petrus. Apakah Engkau mengasihiKu? Pertanyaan ini yang mengingatkan Petrus akan hal apa yang telah dilakukannya. Dia pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Namun pada bagian ini, Yesus sekali lagi tidak melihat kesalahan Petrus sebagai bagian yang memvonis dirinya atau mengingatkan Petrus akan semua kegagalannya. Namun Dia meneguhkan Petrus kembali dan akhirnya Petrus melihat ini sebagai sebuah kesempatan yang diberikan Allah.
Mengapa Yesus berkata kepada Petrus untuk menggembalakan domba-dombaNya? Karena Petrus berkata bahwa dia mengasihi Yesus. Jika Petrus berkata, bahwa dia tidak mengasihi Yesus, maka mungkin Tuhan tidak akan berkata demikian. Mungkin Yesus akan berkata, “baiklah selamat melanjutkan hidupmu”, “selamat bersenang-senang dengan hidupmu”, “selamat melalui hidupmu,” atau yang lainnya. Tapi “Tidak” saudara-saudara. Petrus berkata “Ya” dan akhirnya Petrus melayani Yesus dengan seluruh hidupnya.
Berbicara tentang melayani Allah, saya selalu diingatkan tentang motivasi dan kesungguhan. Beberapa bulan belakangan ini saya sedang bergumul serius dalam mendoakan untuk terus bergabung dalam pelayanan siswa. Banyak hal yang membuat saya berpikir, masihkah Tuhan memanggil untuk terus mengerjakan pelayanan siswa ini? Tidak jarang saya berpikir bahwa saya akan selesai dalam mengerjakan bagian pelayanan di pelayanan siswa. Banyak hal juga yang terus meneguhkan saya untuk tetap ambil bagian dalam pelayanan yang Allah anugerahkan ini.
Sekilas memang jika kita renungkan hal seperti ini sepertinya mundur dari sebuah pelayanan yang Allah anugerahkan, namun seiring waktu-waktu saya menggumulkannya, saya mendapati bahwa memang seharunyalah kita terus bertanya dalam diri kita sendiri apakah kita mau melayani Allah dengan sungguh-sungguh.
Saya mengajak untuk melihat kembali diri kita saat ini. Sudah berapa banyak pelayanan yang kita lakukan. Berapa banyak yang kita lakukan lewat kepanitiaan Retreat, persekutuan, visitasi ke sekolah-sekolah atau pelayanan lainnya. Lupakan sejenak semua itu. Mari kita kembali bertanya kepada diri sendiri. Apa yang membuat kita melakukannya? Jika bukan karena kasih kepada Allah, maka semuanya itu akan sia-sia. Mengapa kita mengasihi Allah, tidak lain karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita. Allah terlebih dahulu memberikan hidupnya bagi kita lewat mati di kayu salib, mati menanggung dosa-dosa kita, menanggung semua penderitaan yang seharusnya kita tanggung.
Merenungkan semua pertanyaan dan arti pelayanan secara pribadi, saya akan selalu teringat akan sebuah lagu ini.



Pernahkah kau coba mengarungi
Lautan luas yang tak terjaga
S’perti Aku mendaki golgota
Bersimbah peluh bercampur darah.
Semuanya Kuperbuat bagimu
S’bab Aku sangat mengasihimu
Sekarang Ku beri kuasa padamu
Tuk sampaikan berita kasih-Ku
Banyak jiwa dalam kegelapan
Berikan terang kepadanya
Jangan takut dan janganlah ragu
Ku sertamu sampai akhir zaman
Kini kudatang dalam hatimu
Ingin kubertanya kepadamu
Apakah kau mengasihi Ku
Lebih dari segalanya.

“Apakah kau mengasihi Aku lebih dari segalanya“. Lagu ini terus menantang dan mengingatkan saya. Ketika saya ingin melayani Allah, ketika saya ingin mengerjakan pelayanan bagi Allah, sudahkah saya melakukannya karena saya mengasihi Dia dengan kasih yang melebihi dari apapun.
Saat ini Tuhan bertanya kepada kita orang-orang yang melayani siswa, melayani orang-orang muda, kita yang dahulu pernah melayani siswa dan juga orang yang melayani Dia dalam segala hal yang kita lakukan saat ini, “Apakah engkau mengasihi Aku?” jika engkau menjawab “ya” maka saat ini Tuhan berkata “Gembalakanlah domba-domba-Ku”

Renungan ILUMINASI TPS BANDUNG
Edisi 6 - 2008

”Pergilah dan Perbuatlah Demikian”

”Pergilah dan Perbuatlah Demikian”
Oleh Redywan James Purba

Jawab orang itu: ”Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.”
Kata Yesus kepadanya: ”Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
Lukas 10:37

Dalam satu kutipannya, Dennis Prager mengatakan ’hanya satu kebahagiaan hidup, mengasihi dan dikasihi’. Sepintas memang benar bahwa itulah kebahagiaan hidup yang paling berarti di dunia dan saya menyetujuinya. Berapa banyak orang yang ada di dunia yang tidak bahagia hanya karena tidak ada orang yang mengasihi mereka dan tidak ada orang yang ingin mereka kasihi. Mengasihi dan dikasihi! Pertanyaannya, mengasihi siapa?
Jika kita perhatikan dalam perikop Orang Samaria yang murah hati (The Parable of the Good Samarian) dalam Lukas 10:25-37, kita akan menemukan satu kejadian yang menarik dari perumpamaan Tuhan Yesus. Pada saat orang yang sedang melakukan perjalanan dari Yerusalem ke Yerikho itu dirampok, dipukul dan ditinggalkan setengah mati, ada tiga orang yang melihat dan melewati jalan itu. Mereka adalah seorang Imam, seorang Lewi dan orang Samaria.
Imam (Priest) adalah orang yang biasa menjadi penghubung antara Allah dan manusia dalam pelaksanaan ibadah. Mereka adalah representatif Allah (God’s representative). Seorang Lewi (Levite) yang biasa adalah asisten para imam dan sering disebut sebagai contoh dari kebenaran (examples of rightteousness) . Kita berharap bahwa dari antara merekalah yang akan nantinya menolong orang yang hampir mati tersebut. Kenyataannya ’Tidak!” mereka hanya melewati dan membiarkan orang itu tergeletak di jalan dan tidak menghiraukannya.
Sebaliknya orang Samaria (Samaritan), yang dalam kehidupan sehari hari tidak bergaul dengannya, hatinya tergerak oleh belas kasihan kepada orang tersebut dan menolong dia. Yang menarik adalah wujud dari belas kasihan seorang Samaria tersebut,

Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.

Jika kita perhatikan dengan baik, maka kita akan melihat berapa besar pengorbanan yang dilakukan oleh orang Samaria tersebut kepada orang yang menjadi “musuh”nya. Merelakan persediaan obatnya terpakai, minyak dan anggur, menaikkan orang tersebut keatas keledainya dan diapun berjalan kaki, membawa ke penginapan dan membayar sendiri biaya dan bersedia membayar keseluruhannya. Sekali lagi untuk orang yang tidak dikenalnya, orang yang tidak memiliki ikatan darah bahkan mungkin musuh bagi kaumnya.
Saudara-saudara bagaimana dengan kita? Orang yang mengaku percaya dan memiliki kasih itu? Bagaimana kita menyatakanya? Kasih kepada orang-orang yang mungkin bukan saudara kandung kita, bukan orang yang kita kenal sebelumnya. Orang-orang yang berada di sekitar kita. Di lingkungan dan kampus kita, bahkan teman-teman persekutuan kita. Teman-teman yang dipercayakan untuk menjadi pemimpin KTB melihat kepada AKTBnya, bukankah mereka orang yang pantas untuk dikasihi. Di peringatan hari kasih sayang dan bukan hanya pada hari ini saja mari kita menyatakan kasih itu kepada orang-orang disekitar kita. Sekalipun kita harus mengorbankan beberapa hal dari apa yang kita miliki, “Mari memiliki belas kasihan seperti seorang Samaria.” Karena Kristus sendiri yang terlebih dahulu menyatakan kasih yang utama dan Dia memerintahkan kita “Pergilah dan Perbuatlah Demikian!” Selamat Hari Kasih Sayang.


Renungan Yobel PMK 3 UNPAR
Edisi feb - Maret 2009

Warna ku, Warna mu

Warna ku, Warna mu
Oleh Redywan James Purba

Warna itu indah! Kata siapa? Kata orang! Orang mana? Hampir semua orang! Tapi itu kan masih katanya. Berarti belum ada kepastian. Mungkin saja dia berkata seperti itu karena dia menyukai salah satu dari jenis yang ada. Ada orang yang suka merah, yang lain biru dan yang lain lagi kuning. Mungkin semua tergantung pada orangnya. Bagaimana dengan mu? Bagiku warna menarik, bukan masalah suka ini atau tidak.
Warna memberi sesuatu dalam penglihatan. Jika warna tidak ada, maka indera penglihatan kita terasa ‘hambar’, Dia tak bisa memberi penilaian tentang yang dilihatnya. Jangankan memberi penilaian, dia mungkin tak mau hidup lagi. Kenapa? Yah karena dia sudah kehilangan fungsinya. Dia tak lagi melakukan tugasnya sebagaimana mestinya.

Jika kita melihat sekeliling, banyak yang dapat kita bedakan tanpa menyentuhnya. Siapa yang membuat demikian? Warna. Jika bukan karena dia, kita mungkin tetap bisa melihat, namun tak dapat memiliki keindahannya.

Begitulah orang Kristen. Semua orang itu diciptakan memiliki kemampuan, talenta, bakat, dan ketertarikan serta panggilan yang berbeda. Setiap orang menampilkan sesuatu agar orang lain bisa melihatnya. Orang diciptakan untuk mengerjakan dan memberi sesuatu dari dirinya. Jika kita telah melakukannya, tentu orang akan merasa kehadiran kita. Melihat apa yang kita berikan karena kita memberikan warna yang berbeda. Namun sudahkah kita melakukannya?

Berpikir

Berpikir
Oleh Redywan James Purba

Berpikir… kenapa aku sangat menyenangi aktivitas ini? mungkin setiap hari dengannya. Wah... kenapa bisa begitu?, sebenarnya aku malas, tapi mau bagaimana lagi? itulah kenyataannya.

Kadang aku menikmati waktu-waktu berpikir. Namun, tak jarang juga aku sepertinya tersiksa dengan waktu berpikir ku. Saat berpikir menghasilkan ide dan aktivitas baru yang ingin kulakukan terasa nikmat, ingin terus kulalui. Tapi jika waktu berpikir itu malah memberikan tekanan dan membuat pikiran ini jadi tumpul dan menimbulkan masalah, “habislah kita“. Pikiran sepertinya ditekan, ingin keluar, tapi tak bisa. Yah... tapi itulah pengalaman yang kuhadapi saat berpikir.

Satu hal yang buat ku bingung kenapa aku masih memiliki waktu berpikir?. Jika ku perhatikan dan kuingat keseharianku, sepertinya aku hampir tidak punya waktu luang untuk berpikir. Hampir setiap jam, menit bahkan detik sekalipun kulalui dengan berbagai macam aktivitas yang padat.

Loh... kenapa aku jadi bingung sendiri. Kan... Ternyata saat menulis ini pun aku berpikir. Aku sadar saat melakukan apapun aku berpikir.

: Menata Hati :

: Menata Hati :
Oleh Redywan James Purba S.Psi

Ini topik yang bernas! Kau tak akan mungkin dapat memahami dan menerimanya jika hati mu tak siap. Tanya kenapa? Tanya saja pada yang sedang mengalaminya. Tanya pada mereka. Berat. Penuh tantangan. Menguras tenaga dan pikiran. Hanya harapkan manfaatnya. Begitu luar biasa.
Segala sesuatu yang dimulai karena respon ketaatan maka setiap jawaban seharusnya diresponi dengan ketaatan. Ketaatan seperti apa? Ketaatan yang membutuhkan hati yang mau ditata. Bergumul untuk pimpinan akan suatu hal memerlukan waktu untuk menata hati.
Ada masa sangat yakin untuk melangkah sehingga perlu ditata untuk berpikir sebelum melangkah. Ada masa terlalu ragu melangkah untuk beranjak pergi, tapi si keraguan terlalu berkuasa, maka pada saat itu perlu hati yang mau ditata untuk keluar dan membuka hati.
Jika begitu, aku tak kuasa. Tapi setidaknya aku memilih langkah pertama. Memberi hati tuk ditata oleh Dia yang sanggup menata. Itu sudah…

Refresh, Jatinangor, Maret dua tujuh, 11.00 pm

“Berjalanlah, Jangan Menyerah”

“Berjalanlah, Jangan Menyerah”
Oleh Redywan James Purba

Tak ada yang normal. Semua terlihat aneh. Sore itu menjadi sore yang penuh ketaklaziman. Ada yang menemukan taman Avatar, sementara yang lain makan sambil duduk diatas meja. Mengelilingi jalan berputar yang ternyata bisa dilalaui dengan jalan pintas dan juga berdiri bersama diatas jembatan bambu yang tak lagi kuat menampung berat manusia sebanyak itu. Perjalanan yang penuh dengan tawa tak seperti biasa memang menunjukkan soe itu berbeda.
Selain kehijauan yang menguasai pemandangan tempat itu, petir pun sedang berjalan mengelilingi dan mencari tempat singgasananya yang baru. “Alam sepertinya sedang marah”, celetuk teman ku. Tapi tak peduli, karena tertawa yang keluar dari mulut kami pun mengalahkan suaranya.
Kau mungkin tak perlu tahu bahan tertawaan kami selama perjalanan ini. Tapi tak apalah, semua akan kuberitahu. Mulai dari makanan, rumah pohon, internet, pemberian uang dari tulang, gaya berfoto sampai kalimat biasa yang ditambah logat khas tanah Batak semuanya menjadi pemicu adrenalin tertawa. Percalah pada ku, semua itu sangat lucu.
Petualangan di lokasi rumah pohon sore itu segera kami akhiri karena langit sudah tak lagi seputih awal kami tiba. Namun kisah kami belum berakhir. Aku mengajak mu untuk melihat kisah kami selanjutnya yang tak kalah seru dan menantang. Tak hanya itu, kisah ini juga meneguhkanku!

“Ahh… hujan ini main-main saja”, celetuk seorang kru kami dan ini pulalah yang membuat kami merasakan petualangan itu. Seolah ingin berbicara, alam tak tinggal diam dianggap kecil seperti itu. Seketika hujan lebat dan deras mengguyur hutan konservasi itu. Langkah molang dan teman-temannya yang dikendarain oleh pria-pria gagah nan minus sempat ingin terhenti. Minus kusebut karena kau akan tahu saat kamera dan fotografer yang meminta gaya centil dipenuhi oleh pria-pria itu. Tak luput juga aku.
Gas trusss… menjadi semboyan yang dipegang oleh pria yang sedikit angkuh yang ingin menembus besarnya volume air yang jatuh membasahi bumi sore itu. Sekali lagi, bukannya berhenti malah pacuan roda antara Molang, Mocam, Mocil dan Mohon berdesing menampilkan cipratan air yang naik karena putaran roda yang saling berkejaran. Kami tak mempedulikan betapa besarnya hujan itu.
Setelah berjuang menempuh perjalanan dan derasnya hujan, kami mendapati bahwa memang tepat kami berjalan dan meninggalkan lokasi itu. Karena kami mendapati cerahnya cuaca di sisi lain lokasi pegunungan yang menjadi rute perjalanan tak biasa ini. Di sekitar kami sawah ladang silih berganti. Alam luas lepas terlihat kaya tiada batas. Selalu sedia memberi pengajaran yang berarti bagi semua manusia di bumi ini. Manusia yang tak lagi menghargai betapa pentingnya alam ini.
Memang sisi hujan itu kembali menghampiri kami. Setelah berhasil mengabadikan jejak rekam dengan kamera hitam penuh seni. Tidak hanya datang tapi hujan kali ini seolah tak ingin berhenti. Delapan mahluk yang masing-masing berada diatas motor itu tak menghiraukan tetesan-tetesan itu karena pakaian yang sempat basah di badan pun belum menunjukkan tanda akan kering. Bukan berpikir untuk berhenti sejenak, semboyan Komunitas Intelektual Peduli (KIP) itu malah berkobar di hati yang tak lagi berkobar seperti awal memulai perjalanan ini. Yang ingin kami lakukan adalah berjalan dan berjalan untuk mencapai tujuan kami. Hanya satu. House of Joy (HOJ) tempat kami merencanakan dan memulai petualangan ini.
Lalu bagian mana yang meneguhkan ku? Hanya satu. Saat seseorang hidup dan menyadari tujuan akhirnya dengan benar maka dia akan hidup fokus dan mengerjakan apa yang harus dia kerjakan dengan baik. Sama seperti kami yang menyadari bahwa tujuan untuk sampi di HOJ menjadi bagian terutama dan berjalan melewati derasnya hujan menjadi sesuatu yang harus dilakukan, maka fokus untuk berjalan dan tidak menggenggam sesuatu di tengah jalan adalah sesuatu hal yang tepat untuk dikerjakan. Lakukanlah! Bagaimana dengan kamu? Sudahkah di tengah rintangan yang ada di dunia dan derasnya tekanan membuat mu tidak melangkah atau berhenti? Engkau hanya perlu tahu apa dan kemana arah hidup mu. Berjalanlah, Jangan Menyerah!

Kawe – Leuwi Liang, Maret dua puluh tujuh, 2010.
04.30 pm
Di Rumah Pohon dan Dibawah guyuran Hujan deras sore itu.

Mahkota Kemuliaan

Mahkota Kemuliaan

Oleh Redywan James Purba

“Tebih kene…sajam deuilah”, ceuksi ibu nu calik ti payunan bumi.
“Hatur nuhun ibu”, balas ku penuh senyum…

Perjalanan itu kami lanjutkan kearah yang diberitahukan oleh masyarakat desa kecamatan Cipatujah, Kabupaten Garut. Tidak hanya ibu yang sudah berumur itu, beberapa orang yang kami tanyakan berujar sama dengannya. Seolah-olah saling mendukung, mereka dengan yakin memberitahu jarak yang akan kami tempuh untuk sampai di lokasi yang kami cari.

Paradoks dengan mereka, kami justru semakin ragu dan cemas. Bagaimana tidak, perkiraan waktu yang diberitahu dan perkiraan kami begitu jauh perbedaannya. Tiga jam lebih mungkin sebanding untuk menyanggah kesalahan perhitungan waktu yang diberitahu warga desa itu.

Aku tak tahu, mungkin warga di sekitar situ memang tak tahu benar menebak waktu. Atau jangan-jangan si Vincent yang dikemudikan wanita berkaca mata itu berlari terlalu pelan? Bergosip hangat dengan wanita yang lain tentang ini dan itu? Mungkin juga.

Hah… Lupakan saja! Ujar ku menutup kisah yang tak menarik yang sedikit merusak kenikmatan perjalanan minggu itu. Tapi tunggu dulu, kau juga harus tahu apa yang kami lakukan di saat seperti itu! Berdiam diri? Melamun? Cemas seperti penjaga menantikan fajar pagi? Tentu tidak! Kami menikmati lagu dan menyanyikannya. Sekilas kau mungkin saja bisa menebak lagu kami. Lagu pengharapan yang dipimpin oleh ibu DPA kami. Menarik! Menggugah! Menguatkan! Juga memberi secercah harapan!

Tapi… lamanya waktu perjalanan itu tak kuasa membuat hati kami menjadi layu. Memprediksi tiba petang dan menikmati pantai tak lagi muncul dalam benak kami. Senja yang tertarik dan tergantikan oleh malam mulai menguasai daerah pantai selatan itu. Sudahlah mungkin kita harus melupakannya.

Setibanya disana…
Hidangan malam jenis sea food yang menggiurkan seolah membayar lunas perjalanan sore itu. Kami tahu lamanya penantian yang diewati terbayar lunas dengan kenikmatan yang tak terhingga. Menyantap! Kegiatan yang tak perlu lagi kujelaskan pada mu. Nikmat sekali! Luar biasa! Tak terungkapkan!

Begitu jugalah mahkota kemuliaan yang akan TUHAN anugerahkan bagi kita. Sekalipun kehidupan di dunia sepertinya akan sangat panjang dan melelahkan bahkan terkadang terlihat tanpa harapan, Dia menganugerahkan indah pada waktunya. Hanya berjalanlah! Lewatilah! Kerjakanlah segala sesuatu yang harus kita kerjakan selama di dunia. Jika waktunya tiba, Dia akan memberikan sesuatu yang tak ternilai bagi mu. Mahkota kemuliaan. (band Wah 2:10b, Wah 3:11; I Pet 5:4; Yak 1:12; 2 Tim 4:8)

Pangandaran, Maret-nol tujuh, 2010
Setelah makan malam di Fresy Seafood Bu Surman
10.00 pm

“Beritahu Aku Arti Keadilan Itu…”

“Beritahu Aku Arti Keadilan Itu…”
Oleh Redywan James Purba
Engkau memang benar, ya TUHAN, bilamana aku berbantah dengan Engkau! Tetapi aku mau berbicara dengan Engkau tentang keadilan: Mengapakah mujur hidup orang-orang fasik, sentosa semua orang yang berlaku tidak setia? (Yer 12:1)

Menatap kosong… Melompong! Tak bersuara! Terbangun… sebentar tertidur lagi! Lugu tapi tak lucu, namun tak ada yang membaca buku… Ahh mati gaya. Semua menunggu… Itulah mahasiswa di bis situ. Tapi tak begitu dengan ku. Sekalipun aku ada di tempat itu dan aku telah mengakhiri masa mahasiswa ku setahun yang lalu, jangan pikir aku ikut dalam perpaduan orang dalam bis yang meluncur dengan pelan di tengah derasnya hujan sore itu. Jika kamu berpikir begitu, berarti kau belum mengenal ku (ha…ha…ha… tertawa tanpa suara).

Lampu-lampu neon dan baleho melintas silih berganti. Semua orang menyingkir untuk berteduh karena hujan yang keluar dari awan yang tak sanggup menahan lagi gumpalan airnya. Lampu lalu lintas membuat bi situ berhenti sejenak. Perhentian itu membuatku melihatnya. Dengan jelas! Wanita sebaya usia belasan tahun masih berdiri menantikan belas kasihan pengemudi mobil mewah yang juga berhenti karena lampu pengatur itu. Dia tak sendiri. Seorang bocah balita tepat dipangkuannya. Menangis dan merintih kedinginan. Bocah itu tak kuasa menahan dinginya air hujan itu.

Aku berpikir dalam! Pikiran itu mengarahkan ingatan ku pada siaran berita pada hari ini. Berita yang menghiasi layar TV seharian ini. Mereka yang justru disibukkan dengan agenda sidang dan kepentingan partai. Mempermasalahkan bailout menjadi konsumsi utama yang seolah membutakan pikiran. Yang penting sidang berjalan! Semakin lama, semakin banyak tunjangan! “Ahh…parah “ kutirukan gaya ucapan seseorang yang biasa bersama ku. Ahh…Najong…sambut ku jika selalu mendengar kalimat itu.
Begitu kontras! Sedikit tidak adil! Berat sebelah! Lalu dimana keadilan dalam hidup? Apakah Tuhan salah? Mengapa keadaan seperti ini muncul? Atau jangan-jangan Dia tak tahu dan tak mau tahu?
Tidak! Dia tahu. Dia peduli. Allah berotoritas akan hal itu. Dan ada saatnya Dia mengerjakan bagian-Nya untuk sesuatu yang sedang kita lihat dan saksikan (Band Yer 12:7-17). Sekarang giliranmu! Apa yang kau lakukan?

“Neng”

“Neng”
Oleh Redywan James Purba

“Neng, maaf saya lupa kemarin, nanti saya anterin saja ke atas yah.” Tiba-tiba saja kalimat itu keluar dan aku mendengarkannya. Tapi, aku berusaha tak menoleh dan tak berespon. Karena kata itu sangat familiar bagiku. Aku berusaha melihat, tapi tak mungkin itu untuk ku. “Ahh, mungkin aku salah dengar kali yah..” pikirku dalam hati. Eh tunggu dulu, hanya aku orang yang ada di ruangan meja makan itu. Berarti kalimat itu ditujukan pada ku. Keesokan harinya dan sampai sekarang, itulah panggilan untuk ku oleh si bibi yang biasa kami panggil “teteh”. Tak hanya untuk ku, tapi untuk beberapa teman yang tinggal serumah dengan ku. Tapi tahu kah kalian bahwa semua yang tinggal di rumah adalah laki-laki. Aku berani jamin bahwa kami adalah laki-laki. Laki-laki sejati tentunya. “Hah, ya sudahlah”, gumam ku menenangkan pikiran ku yang terasa aneh.
Neng adalah kata dari bahasa Sunda untuk menyapa atau panggilan untuk wanita yang lebih muda dari usia kita. Tidak hanya untuk yang lebih muda, ingat! Kata itu diucapkan untuk seorang wanita. Penggunaan kata ini semakin umum digunakan kepada perempuan kecil, seperti tak berdaya, dan membutuhkan perlindungan. Pengertian ini semakin mengusik pikiran ku. Hah? Jika begitu kenapa aku dipanggil seperti itu? Aku tidak terima!
Lama-kelamaan, ucapan itu menjadi sangat biasa dan terdengar asyik juga. Walaupun aku tak bisa menyembunyikan tawa ku saat kata itu ditujukan bagiku. Bahkan mungkin ini adalah tahun ketiga aku mengenal teteh yang bekerja sehari-hari di rumah kami. Selama itu pula, seenaknya saja dia memanggil ku dengan kata “Neng”. Ahh, semakin aneh saja. Tapi mau gimana lagi. Aku tak berani untuk meminta si teteh untuk tidak memanggil ku seperti itu. Biarkan sajalah.
Lalu, aku terpikir. Kenapa aku tidak mau dipanggil seperti itu yah? Apakah mungkin karena aku terlalu mengerti makna kata itu? Bisa saja! Atau memang hanya risih dan aneh? Tapi seperti tak dapat kupungkiri, aku sedikit tidak senang saja.
Lalu waktu mengizinkan ku tuk hadir bersama mereka. Desa warna sari, Pangalengan Kabupaten Bandung Selatan. Di desa itu aku banyak menemukan orang-orang yang selalu di panggil semestinya dengan kata “Neng” itu. Yah mereka ada di desa itu. Mereka lucu-lucu, cantik, imut, dan juga lugu. Mereka tak seperti memikirkan sesuatu. Apa yang terjadi nanti, besok dan lusa. Ku lihat wajah polos dan penuh senyum setiap minggu di desa itu. Mungkinkah aku seperti itu? Hmmm… ingin rasanya. Kau tahu? Indahnya hidup seperti itu! Lalu aku berpikir. Aku ingin tetap di panggil seperti itu. Untuk mengingatkan ku bahwa ku tak perlu ragu akan hidup ku. Karena ada Dia yang setia mengerjakan yang terbaik untuk ku.
Selamat menikmati hidup yang penuh dengan senyuman yang tak akan pernah ragu akan hidup mu. Sekarang, besok, lusa dan nanti. Untuk ku, untuk mu, untuk kita semua.

“Didapati Hidup Bersih”

Didapati Hidup Bersih
Oleh Redywan James Purba

“Jangan sampai kotoran yang menempel itu dibersihkan yah, karena di akhir dari semua permainan ini nanti saya akan melihat kembali”

Kalimat itulah yang terus terucap dari sang penjaga pos di permainan itu. Memang tidak semua pos dipermaianan yang berlangsung sore itu. Hanya dia! Pria yang gagah namun sedikit cerewet yang memimpin pertandingan yang sedikit aneh itu. Jangan kan kepada semua tim, aku menduga kalimat itu diucapkannya lima hingga enam kali di tiap tim. Bosan sekali rasanya. Tapi ya mau gimana lagi! Jelas-jelas dia seorang mahluk yang sedikit cerewet. Mengulang kalimat sesingkat itu bukan pergumulan yang besar dan berarti baginya.
Kami pun tak membantahnya. Mengikuti, bahkan dengan bodohnya seperti terhipnotis melakukan semua perintah konyol itu. Betapa bodohnya kami untuk taat seperti itu.
Lalu akau melihat beberapa teman yang berbeda kelompok dengan ku namun begitu menikmati kekotoran yang ada padanya. Sejenak ku terdiam. Merenung… bertanya! Mengapa dia senyaman itu? Bukankah kotoran-kotoran itu membuat dia tidak nyaman? Kenapa justru dia begitu merasa nyaman? Aneh! Apakah ucapan pria cerewet yang sedikit ganteng itu terlalu menusuk ke relung hatinya sampai tak ingin memberontak ketika diminta untuk tetap kotor? Ahh… bodoh, pikirku.
Tapi aku sekali lagi tak bisa menerimanya. Selain karena kotoran yang diakibatkan permainan itu cukup mengganggu ku, aku pun tak nyaman menjadi orang yang kotor hanya karena permainan itu. Lalu ku teringat akan satu sisi kehidupan ku! Bukankah aku sering sekali mendapati diriku tidak bersih? Penuh dosa! Kotor! Mengapa justru terkadang aku merasa nyaman dengan kekotoran itu? Bukan kah Allah rindu aku berjuang untuk bersih? Ketika aku jatuh dan kotor, Dia selalu rindu aku datang untuk membersihkan kekororan ku?
Permainan itu memang mengingatkan ku akan satu hal yang penting. Tapi, tetap saja aku tidak mau diperlakukan seperti itu! Huh… bodohnya aku! Tapi tak apalah, semua sudah berlalu. Aku tak akan mengulang kebodohan itu. Dan ketika aku menyadari betapa kotornya hidupku, aku mau berjuang untuk menyelesaikannya di hadapan Allah. Dia rindu selalu! Mendapati ku hidup bersih!

Rom 16:19b Tetapi aku ingin supaya kamu bijaksana terhadap apa yang baik, dan bersih terhadap apa yang jahat.

“Aku berada di antara Mereka’

“Aku berada di antara Mereka’
Oleh Redywan James Purba

Aku diantara mereka…
Mereka orang yang menikmati olahraga sebagai keutamaan
Setiap waktu hanya untuk aktivitas olahraga
Tanpa peduli waktu terus berlalu

Aku diantara mereka…
Orang yang menghabiskan waktu mereka untuk waktu
Bermain games,

Aku diantara mereka…
Mereka yang menikmati berbagai layanan internet
Fesbuk, Friendster, Yahoo Mail, plurk, hingga block yang menjadi curahan hati

Aku diantara mereka…
Orang yang terlalu sering memikirkan nasib hidup
Pekerjaan, bisnis, keluarga, anak hingga cucu
Ragu dan bimbang dengan masa depannya

Namun…
Aku juga diantara mereka
Orang-orang yang taat, berintegritas dan tekun
Yang mencari kehendak TUHAN dalam kehidupannya.

Jatinangor (2)

Jatinangor (part 2)

Oleh : Tim ke Cirebon Maret

Kali ini kami tak ingin bicara pesona mu
Cukuplah itu di waktu yang lalu
Kelautlah…
Nama mu syaiful? Mangapul? Ato siapa?
Gak lah kata Sheli
Ternyata bintangnya adalah Apul

Silalahi atau Harahap yang penting jangan Sinaga
Hati-hati tertelan omongan
Udah ahh, jangan bahas yang itu

Kenapa kau tinggal di Jatinangor?
Menikmati hidup kata si Apul!


Jatinangor…
Tempat menghabiskan waktu sehari-hari ku
Jika tak hari Rabu mungkin Sabtu
Hingga waktu terus berlalu

Sheli mulai gusar
Kakak asalnya dari mana?
Siantar…
Abang asalnya dari mana?
Siantar…
Kau pul?
Siantar…
Ahh… yang penting sekarang aku lagi di Jantinangor

Tiba-tiba lagu itu terdengar…
Mau kemana dibawa hubungan kita…
Bila ka uterus menunda-nuda
Dan tak mau ungkapkan cinta
Mau kemana dibawa hubungan kita…

Hijau, Biru dan Putih

Hijau, Biru dan Putih
Oleh Redywan James Purba

Hijau warnaku
Biru punyamu walau tak sebanyak punya ku
Putih warna mereka
Tetap saja semua untuk ku
Untuk ku nikmati

Hijau itu rumput dan pepohonan rimbun
Terlihat di antara birunya langit pagi
Diselimuti putihnya sang embun

Tak ada yang bicara
Hanya aliran air yang seolah berlomba di antara bebatuan kecil
Tak ada cerita
Hanya tubuh yang mencoba masuk dalam sejuknya gelora hempasan air

Segar… Puas… Lepas
Tak ada beban pikiran

Masalah politik bangsa
Enyahlah…
Masalah pergumulan pribadi
Menyampinglah…
Masalah pergumulan lain
Pergilah…
Saat ini kami hanya ingin menikmatinya…
Hanya menikmati si Hijau, Biru dan Putih

Curug Tilu, maret lima belas, 2010
Wiken Pengurus PMK Jatinangor

“Antara Pajajaran dan Majapahit”

“Antara Pajajaran dan Majapahit”
Oleh Redywan James Purba

Kami melangkahkan kaki
Kami menyusuri jalan itu
Sunyi, tenang dan diam
Jalan itu bersih

Mengangguk memberi tanda mengerti
Hanya dan bersama sepi

Tapi… (1)
Cprakkk… tiba-tiba terdengar lagi
Pukulan tangan mengena telapak kaki
Nyamuk melekat menghinggapi

Tapi… (2)
Kenapa cerita itu seperti tak memberi arti
Hubungan Pajajaran dan Majapahit?
Karena kami…
Hanya berjalan di sepanjang jalan sepi
Lintasan jalan sejarah kedua kerajaan yang tak lagi berdiri

Tapi… (3)
Cukup !

Situs Ciung Wanara, Karangkamulyan. Maret, nol tujuh,2010
08.15 am
Dalam perjalanan pulang dan menyempatkan diri

Jatinangor (1)

"Jatinangor"
Puisi Karya Tim yang berangkat ke Cirebon untuk Gen Xp


Pesona mu tak terucap
Indah, menarik, mempesona
Cantik, tambah teman disebelah ku

Tapi jangan tanya
Sulit ku untuk menjelaskannya
Tanya teman ku yang satu lagi saja
Mungkin dia tahu segalanya

Kosan si "ini" dimana?
Ahh... masa kau tanya kosannya?
Jangan kan kosannya,
Hobi dan tempat kesukaannya dia tahu juga

Ahh... sudahlah
Dari pada sakit kepala
Kami makan saja
Nasi jamblang tentunya
Sambil tertawa dan tertawa


YOGYA - Cirebon
Februari, Sembilan belas, 2010

Kunantikan senyum itu saja

Kunantikan senyum itu saja
Oleh Redywan James Purba

Wajah terbingkai dengan wajah penuh tanya
Berharap Entah apa
Lesung tak membentuk
Semu, lusuh, tapi tak jemu kunantikan jua

Senyum pagi itu…
Warna toska entah warna buram saja
Harapan tak kunjung tiba

Mengapa oh mengapa?
Ku ingin bertanya dan bertanya…
Sudahlah…
Mungkin di hari berikutnya
Hari nan indah kan ada
Saat senyum itu menyapa

Cipaku Permai 14. Januari, dua delapan, 2009
Pagi hari ketika senyum itu kentara
Dan tuntutan menuliskannya
Hanya dalam 2 menit saja

Aku

"Aku"

oleh Redywan James Purba

aku adalah aku
melihat dan menatap
mengapa tak seorangpun kan menyapaku
sunyi,sepi pun tanpa suara

aku adalah aku
tanpa peduli apapun kata mereka
ku tahu ku kan bisa melewatkannya
menapak indah di jalan kegalauanku

Cat
Terinspirasi dan diberikan untuk Debby

“Kemana akan ku cari”

“Kemana akan ku cari”
Oleh Redywan james Purba

Aku berjalan melewati jalan itu
Jalan ramai penuh cerita orang-orang ‘bahagia’
Di jalan aku mencari sesuatu
Ku lihat orang lain seperti sudah menemukannya
Aku mencari dan terus mencari

Tak terasa…
Waktu demi waktu berjalan seolah berlomba
Siang menjadi senja hangat mentari sembunyikan sinarnya
Senja ikut berganti baju menjadi malam
Aku melewati jalan itu entah sudah berapa lama

Ada masa aku merasa menemukannya
Menemukan arti cinta yang sebenarnya
merasa yakin akan perasaan dan gejolaknya
kandas…pupus…meninggalkan dendam dan marah

Apa yang kau cari?
Cinta… cinta? Ya cinta C…I…N…T…A

Kini….
Setelah sekian lama aku mencari
Aku menemukan Kasih sejati yang sesungguhnya
Aku menyadari mengapa aku harus melaluinya
Kasih yang sejati adalah yang utama
Dan di dalam penantian mencari ‘dia’
Kupercaya bahwa DIA sudah mempersiapkannya.

Cat
Pertama sekali diterbitkan dalam INFO YOBEL PMK3 UNPAR edisi feb-mar 2009

“Seorang pria berjalan tertatih-tatih”

“Seorang pria berjalan tertatih-tatih”

Seorang pria berjalan tertatih-tatih
Keluh… peluh…
Bajunya bersih
Rambutnya bersih
Perawakannya baik, pun indah

Seorang pria berjalan tertatih-tatih
Tak ada luka, letih berjalan sendiri
Gerah… marah…

Seorang pria berjalan tertatih-tatih
Tidak berjalan hanya melangkah letih
Kelam… sunyi…

Seorang pria berjalan tertatih-tatih
Melihat ke atas…
Tuhan, Engkau meninggalkan ku?

Redywan James Purba

“Mengasihi orang lain membutuhkan hati yang taat kepada Allah”

“Mengasihi orang lain membutuhkan hati yang taat kepada Allah”
Oleh Redywan James Purba

Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu
dan dengan segenap kekuatanmu”
Ulangan 6:5

Sullivan Balou adalah seorang pajurit yang tewas dalam perang saudara di Bull Run, Amerika Serikat. Saat dia menyadari bahaya yang mengancamnya, dia menuliskan sebuah surat yang sangat pedih kepada istrinya. Katanya “ Jika aku tidak kembali, Sarah tersayang, jangan pernah lupa betapa aku mencintaimu. Saat aku menghembuskan nafas terakhirku di medan peperangan, nafas itu akan membisikkan namamu”

Sepintas cerita diatas sangatlah terlihat romantis. Tak dapat dipungkiri bahwa cinta kasih yang ada pada diri seseorang selalu ingin diwujudnyatakan dengan lebih indah pada orang yang dikasihinya, namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kasih kita terhadap Allah yang adalah pencipta hidup kita, Allah yang telah menyatakan kasih-Nya terlebih dahulu kepada kita melalui pengorbanan Yesus di kayu salib (Rom 5:8).
Kita tidak akan mungkin dapat mengasihi orang lain dengan segenap hati, jika kita tidak terlebih dahulu mengasihi Allah. Mengasihi orang lain membutuhkan hati yang taat kepada Allah. Jika kita menyadari bahwa kita belum sepenuhnya mengasihi Allah, maka akan terasa sangat sulit bagi kita untuk mengasihi orang lain.
Seorang teman saya bercerita kepada saya, menjelang bulan Februari, adalah waktu bagi dia dan teman-temannya mengadakan satu kompetensi yang berbeda dari kompetensi yang biasanya. Mereka berpendapat bahwa bulan Februari adalah saat yang tepat untuk menyatakan kasih pada wanita yang dinilainya cocok untuk dia. Saya pribadi sempat berpikir singkat, memang benar bahwa 14 Februari diperingati oleh seluruh dunia sebagai hari kasih sayang, sehingga saya sempat terdorong untuk ikut ambil bagian dalam kompetisi tersebut, namun yang harus kita lihat lebih jauh adalah kasih itu bukan hanya kita ingin nyatakan pada hari itu saja atau membuat hari itu begitu spesial untuk menyatakan kasih sayang. Yang menjadi kebenaranya adalah bahwa setiap hari itu indah Tuhan jadikan bagi kita dan itu adalah pemberian yang terbaik (Yak 1:17).
Sebagai orang yang terus rindu bertumbuh dan menyatakan kasih itu, saya juga sering sekali dihadapkan pada kasus mengaplikasikan kasih pada orang yang secara khusus saya gumulkan dalam doa. Saya telah beberapa kali harus selesai berdoa dengan seseorang karena akhirnya Roh Kudus menuntun untuk tidak meneruskan doa saya terhadap orang yang saya kasihi tersebut. Hal ini memberikan pelajaran bagi saya bahwa ketika kerinduan untuk mengasihi dan berdoa bagi orang lain dalam menemukan teman hidup adalah salah satu topik doa yang terus digumulkan dengan sungguh-sungguh.
Kenyataan bahwa saya harus selesai berdoa sering sekali saya jadikan sebagai evaluasi bagaimana sebenarnya saya saat ini mengasihi Allah terlebih dahulu, bagaimana hubungan saya dengan orang yang telah memberikan segenap hidup dan dirinya bagi dosa-dosa saya. Dari pengalaman yang telah saya alami, saya semakin diingatkan juga saat-saat saya mencoba sungguh-sungguh mengasihi Allah lebih lagi, maka wujud kasih kepada sesama itu juga saya rasakan lebih nyata dan penuh kedamaian.
Jika saat ini teman-teman sedang berdoa secara khusus bagi seseorang yang anda kasihi, biarlah ini meneguhkan kita semua bahwa kasih kita kepada Allah adalah hal yang terutama dan terlebih besar, jika teman-teman saat ini belum menemukan orang yang tepat untuk di doakan, mari juga kita melihat kapada diri kita, memulai menyatakan kasih yang terlebih dahulu kepada Allah kita, karena mengasihi orang lain membutuhkan ketaatan kepada Allah (jms).


“Hanya ada satu kebahagiaan hidup; mengasihi dan dikasihi”
(Dennis Prager)

Renungan ILUMINASI TPS BANDUNG feb-April 2009

Déu, encara em perdones?

Déu, encara em perdones?

“Sebuah perenungan Akhir Tahun”
Oleh Redywan James Purba


Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: "Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga kali menyangkal Aku."
Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya.

Aku terdiam… Kejatuhan itu membuat ku tidak berdaya. Hal itu terjadi bahkan setelah aku mengerjakan pelayanan yang seharusnya membuat ku semakin berserah kepada Nya dan menguatkan ku. Aku tak berdaya. Tertunduk malu. Tak sanggup ku mengarahkan pandangan ku. “Déu, encara em perdones?” sebuah ungkapan dalam bahasa Catalan yang berarti ; Tuhan, masihkah Engkau memaafkan ku?

Lalu aku membaca bagian itu. Saat Dia berpaling memandang Petrus. Palingan dengan tatapan yang tajam penuh kasih. Tatapan penuh darah yang mengalir melintas lesung wajah ditambah tubuh yang hancur. Yah… Dia baru saja dipukuli oleh para pengawal itu. Tidak hanya dipukul, siksaan awal terus mengenai tubuh itu. Bisakah kau bayangkan apa yang dirasakan Petrus saat tatapan itu mengarah kepadanya? Menangis! Sedih! Wajar saja itu dilakukannya, tapi bagiku yang berbicara di dalam hatinya hanya kalimat itu. “Déu, encara em perdones?”

Tak berapa lama, aku tertidur pulas. Sore itu aku harus beribadah karena adikku yang sedang berlibur ke Bandung lebih memilih bergereja sore. Tak seperti biasanya, aku bepergian tanpa motor kesayangan ku. Motor yang selalu bersama ku melewati keramaian kota Bandung. Sore itu aku memilih dan memang tidak ada pilihan selain naik angkutan umum. Di jalanan dengan kendaraan angkutan umum membuat ku gerah walaupun aku mencoba tenang-tenang saja. Bagaimana tidak gelisah? Ibadah mulai pukul 5 tepat. Jam 5 lebih 15 menit yang kulihat dari jam tanganku, kami masih berada di depan Rumah Mode. “wah”… pikirku. Sepertinya tidak mungkin lagi. Aku mulai berpikir untuk beribadah di gereja yang lebih sore. Akupun mengalihkan jurusan dengan berganti angkutan yang mengarah ke gereja yang berbeda. Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat di raih, supir angkutan umum yang seharusnya mengantarkanku dan adikku menuju gereja malah berbelok mengambil jalan pintas. Akupun harus segera turun dan berjalan kaki saja. Tapi, akhirnya kami bisa beribadah di perayaan Natal.

Kembali aku teringat kalimat itu. Setiap kali aku melakukan kesalahan dan semua itu membuat aku terdiam. Melewati tahun 2009 ini, akupun seolah tak mau menghitungnya. Entah berapa kali sudah aku memilih untuk melakukan dosa. Setiap kali itu terjadi, mungkin aku merasa bersalah. Tetapi tidak sekedar merasa bersalah, kali ini kalimat itu menambahkan rasa bersalah yang ada.

Mungkin aku dituntut harus hidup dengan benar selalu. Bahkan hidup yang seperti itu yang harus kubagikan pada orang-orang yang mengenal ku. Aku selalu berjuang untuk itu dan melakukan sesuatunya untuk bisa seperti itu. Tidak ada yang lain. Tapi seiring waktu berjalan dan tanggung jawab yang kurasakan, mengapa semakin hari aku semakin tidak hidup seperti itu? Sekali lagi ini menjadi pemikiran ku. Tak perlu dihitung sudah berapa kali aku mengecewakan Dia yang mempercayakan hidup padaku. Entah berapa kali pula aku mengecewakan orang-orang disekitarku. Aku pun semakin terdiam. “Déu, encara em perdones?”

Tak sanggup rasanya kutinggalkan tahun 2009 dengan pertanyaan itu. Sebenarnya di saat ibadah Natal yang kuikuti setelah berkeliling kota Bandung dengan tidak sengaja karena angkot yang membuat kesal itu sudah mengingatkan ku. Mengapa engkau berpikir seperti itu? Bukannya Aku datang ke dunia untuk menghapuskan pemikiran mu itu? “Déu, encara em perdones bukanlah kalimat yang tepat untuk mu, anak Ku” begitu aku disapa-Nya. "Mungkin terlalu sering bagimu untuk mengecewakan-Ku, tapi tak sepatutnya engkau berpikir seperti itu. Percayalah... Pengorbanan Ku terlalu sempurna jika hanya untuk itu."

Namun aku tidak hanya teringat tentang bagaimana aku jatuh dalam dosa itu, aku teringat sering kali aku tidak percaya pada rancangan yang sudah disiapkan Nya juga. Ditambah kekhawatiran semakin hari semakin menggerogoti iman ku. “ahh… Tuhan sepertinya kalimat itu memang pas untuk ku! “Déu, encara em perdones?” kondisi inilah yang membuat ku ragu. Dia berseru sama lagi: “Déu, encara em perdones bukanlah kalimat yang tepat untuk mu, anak Ku” sapa-Nya kembali.

"Tuhan...Bagaimana jika aku kembali jatuh dan merasa ragu?" Akankah kalimat itu menjadi pas untuk ku dikemudian hari? Dia tak menjawab ku. saat itu aku melihat ke atap langit gereja, Dia memandang ku. “Déu, encara em perdones bukan kalimat yang seharusnya engkau pikirkan. Saat engkau terjatuh dan mendapati diri mu berada di tempat yang sama, berserulah kepada Ku dan terus berjuang sampai engkau bisa melewatinya. Aku menolong mu.” Jawaban itu cukup bagi ku.

Natal itu mengingatkan ku. Apa bagian yang paling sering membuat engkau ragu akan rancangan-Ku? Aku tak kuasa menjawab pertanyaan itu. Karena memang 7 tahun terakhir hidupku selalu berbicara tentang itu. Keseluruhan kekhawatiran dan kegagalan ku membuatku merasa bersalah. Aku tertunduk! Lesu! Tak banyak berbicara! Hanya alunan musik dalam gedung gereja itu yang mengajak ku berbicara.

Ku mengangkat wajah ku
Memandang keindahan Mu Yesus
Syukur bagi kesetiaan Mu
Disepanjang hidup ku
Dan kuangkat tangan ku
Ke tahtah kasih dan karunia Mu
Tak sekalipun Kau tinggalkan
Yesus Sahabat ku

Lagu itu terasa mengingatkan ku. Mengapa aku masih tetap memiliki pemikiran itu. Kalimat itu tak seharusnya menjadi beban pikiran ku. Sudahlah... Bukankah Ia sendiri sudah mengatakannya untuk mu?

Mengawali tahun 2010 ini, aku kembali membaca bagian yang lain. Saat Petrus kembali bertemu dengan Yesus. Kata Yesus kepada-Nya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” maka sedih hati Petrus untuk ketiga kalinya: “Apakah engkau mengasihi Aku?” Dan ia berkata kepada Nya: TUHAN, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba- Ku”

Bagian ini meneguhkan ku. Sekalipun aku tak selamanya baik, aku selalu ditunggunya untuk berjuang dan mengerjakan yang seharusnya kukerjakan. Kiranya perjuangan untuk hidup yang seperti itu meneguhkan untuk mengawali tahun yang baru.

Selamat Tahun Baru. Tuhan memberkati... :)

Berlari dan Kelelahan

“Berlari dan kelehan”

Oleh : Redywan James Purba
Sebuah perenungan dalam perjuangan ketika berlari…

Tertunduk… lesu… melangkah hingga terjatuh. Tak kuasa kulangkahkan kaki ku bahkan untuk meraih sesuatu. Semua karena aku sudah melakukan hal itu. “Berlari” dan membuatku lelah dan rapuh.
Mungkin kau bertanya! Berlari? Berjalan dengan kecepatan yang lebih? Langkah yang lebih jauh dari biasanya. Memangnya lagi terburu-buru? Atau sedang mengejar sesuatu? Sudahlah…bukan itu yang kumaksud. Berlari itu bagiku sebagai makna konotasi ‘terlalu mengerjakan banyak”. Jika kau tidak setuju, anggap saja begitu karena ini tulisan ku, maka kaupun harus memakluminya.
Tanpa sadar, semua itu memeras tenaga ku. Keletihan mungkin ‘ya’ tapi lebih tepatnya aku ‘kelelahan’. Lagi-lagi bertanya perbedaan kata itu? Buka saja Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI). Jika tak punya, main saja ke kamar ku. Di situ ada terlihat dan terletak di atas meja. Bukan punya ku, tapi bisa kau baca karena itu punya teman sekamar ku.
Lalu apa yang membuat “perpacuan kedua kaki “ itu seolah-olah menjadi pikiran dan topik utama hidup mu? Tak lain lagi karena itu meluluhlantahkan kehidupan yang sedang berjalan bagi ku. Bertanya lagi hal apa yang kulakukan? Percaya saja yang kulakukan itu penting dan berarti. Punya dampak banyak dan seratus persen bermanfaat bagi orang-orang di sekitar ku. Tapi yang menjadi masalah adalah aku kehilangan dan melepaskan konsumsi pribadiku. Akan kebutuhan utama dalam hidupku. Waktu berlari itu menyedot semua waktu teduh dan arah pandangan ku.
Ku tak ingin engkau merasakan dan melakukan kesalahan yang sama seperti yang kulakukan. Tapi sudahlah! Semua sudah berlalu. Aku sudah tak berlari secepat itu. Bahkan aku sudah menghentikan langkah kaki ku sejak hari itu. Menikmati hidup ku dalam kesendirian dan seolah-olah tanpa kecepatan. Terima kasih sudah mengingatkan ku, memperhatikan ku dan juga memberi waktu untuk ku…

Jatinangor, HOJ tercinta. Februari 2010.

Ketika semua yang terlintas tak sempat terucap...

Maka muailah menuliskannya
Mengejar sesuatu yang telah berlalu tak akan membuat kita merasa dapat memperbaiki masa lalu
Tuliskanlah...